Sumber: Finbold News | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski Bitcoin (BTC) berupaya bangkit dari pelemahan terbaru, seorang analis memperingatkan bahwa aset kripto terbesar di dunia ini masih berpotensi menghadapi tekanan jual berkepanjangan hingga Desember.
Menurut Mike McGlone, Senior Commodity Strategist di Bloomberg Intelligence, Bitcoin berpotensi jatuh hingga US$50.000, dipicu oleh sejumlah faktor makro, sebagaimana disampaikan dalam unggahan di platform X pada 28 November.
McGlone menyoroti bahwa penurunan Bitcoin relatif terhadap emas semakin cepat, menandakan pergeseran struktural menuju strategi defensif di pasar keuangan.
Bitcoin Kalah Saing dari Emas, Momentum Turun Menguat
Dengan emas mencetak rekor harga tertinggi dan menarik aliran modal sebagai aset lindung nilai, performa Bitcoin yang melemah terhadap logam mulia tersebut memperkuat tekanan turun.
Baca Juga: Bitcoiners Serang JPMorgan, Tuduh Manipulasi Demi Produk BTC Berleveraged
Hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya uji ulang level pivot jangka panjang di US$50.000, dan bahkan lebih rendah jika tren makro saat ini berlanjut.
Risiko Makro: Pasar Tenang Tapi Tersembunyi Tekanan
Salah satu kekhawatiran utama McGlone adalah kondisi volatilitas pasar saham yang tertekan dan rotasi aset menuju instrumen risk-off.
Ia mencatat bahwa pasar ekuitas tampak stabil, namun ketenangan ini bisa menjadi pertanda kerentanan yang lebih besar.
Menurut analisisnya, secara historis S&P 500 cenderung mengikuti arah Bitcoin ketika BTC jatuh di bawah moving average 50-minggu. Saat ini, baik Bitcoin maupun S&P 500 berada di bawah garis tren tersebut, mengindikasikan risiko yang meningkat di berbagai kelas aset.
Peristiwa serupa terjadi pada 2018, selama pandemi 2020, dan bear market 2022, ketika pasar saham akhirnya menyusul pelemahan Bitcoin. Kondisi ini menimbulkan kemungkinan bahwa skenario serupa dapat terulang.
“Pasokan Tak Terbatas” Kripto Lain Menekan Dominasi Bitcoin
McGlone juga menyoroti tekanan dari munculnya kompetitor kripto baru yang menurutnya memiliki “pasokan tak terbatas”, sehingga menggerus dominasi Bitcoin, terutama saat pasar berada dalam kondisi stres.
Dikombinasikan dengan dinamika mean reversion dan likuiditas yang memburuk, kondisi ini menyerupai fase deflasi sebelumnya, di mana Bitcoin mengalami koreksi dalam.
Analisis Harga Bitcoin: Naik Tipis, Tapi Struktur Masih Bearish
Peringatan McGlone muncul ketika Bitcoin berhasil merebut kembali level resistensi US$90.000, yang kini menjadi zona support rapuh.
Pada saat publikasi, Bitcoin diperdagangkan di US$91.415, naik hampir 1% dalam 24 jam, dan menguat 6% dalam sepekan.
Baca Juga: Hashrate Rekor, Harga Bitcoin Melemah: Profitabilitas Penambang Terjepit
Namun secara teknikal, struktur Bitcoin tetap bearish:
-
50-day SMA: US$103.001
-
200-day SMA: US$104.439
Harga saat ini berada jauh di bawah kedua SMA penting tersebut, yang biasanya menandakan hilangnya momentum kenaikan dan dominasi penjual.
RSI Mengindikasikan Kelemahan
Indikator RSI 14-hari berada di 40,50, berada di zona netral namun cenderung melemah.
Meskipun belum masuk area oversold, RSI tersebut menunjukkan permintaan tidak cukup kuat untuk membalikkan tren bearish.
Outlook: Risiko Turun Masih Tinggi
Dengan kombinasi tekanan makro, rotasi aset defensif, dan struktur teknikal yang buruk, analis menilai bahwa risiko penurunan Bitcoin masih dominan.
Jika tren saat ini berlanjut, peluang retest level US$50.000 tetap terbuka, dan potensi koreksi lebih dalam tidak dapat dikesampingkan.













