Sumber: Forbes | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar kripto kembali mengalami gejolak setelah terjadi peretasan besar pada platform Bybit yang berbasis di Dubai, memicu kekhawatiran bahwa harga Bitcoin mungkin mengalami "suppression" atau tekanan turun lebih lanjut.
Harga Bitcoin sempat jatuh tajam pada Jumat setelah berita peretasan terungkap, tetapi kemudian pulih sebagian. Sementara itu, Senator AS Cynthia Lummis tengah mempersiapkan pembaruan undang-undang besar yang bisa berdampak signifikan pada pasar kripto.
Di tengah situasi ini, sejumlah ekonom memperingatkan bahwa skenario “mimpi buruk” yang sebelumnya diprediksi oleh analis Kobeissi dapat menghantam harga Bitcoin.
Stagflasi Mengancam Ekonomi AS dan Pasar Kripto
Survei terbaru dari Bank of America mengungkap bahwa ekspektasi akan terjadinya stagflasi—pertumbuhan ekonomi yang melambat tetapi inflasi tetap tinggi—di AS dalam setahun ke depan telah mencapai level tertinggi dalam tujuh bulan terakhir.
Baca Juga: Robert Kiyosaki: Jika Bitcoin Jatuh, Saya akan Serok Sebanyak Mungkin!
"Stagflasi muncul kembali sebagai kemungkinan karena kebijakan saat ini dapat menghambat permintaan konsumen, sementara inflasi yang terus-menerus membatasi kemampuan The Fed untuk bermanuver," ujar Jack McIntyre, manajer portofolio di Brandywine Global.
"Yang lebih kami khawatirkan daripada inflasi adalah stagflasi," tambah Tim Urbanowicz, kepala strategi investasi di Innovator Capital Management.
Harga Bitcoin Terperosok ke Bawah US$90.000
Pada 25 Februari, harga Bitcoin anjlok di bawah US$90.000, menyentuh titik terendah sejak lonjakan besar pasca kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS November lalu.
Indeks Crypto Fear & Greed, yang mengukur sentimen pasar, kini masuk ke dalam zona ketakutan ekstrem.
Dalam 24 jam terakhir, harga Bitcoin telah jatuh 10%, sementara altcoin utama seperti Ethereum, Solana, dan XRP kehilangan 10% hingga 15% nilainya.
Para analis kripto masih berusaha memahami penyebab kejatuhan harga ini dan memprediksi seberapa dalam pasar akan terus turun.
Menurut Geoff Kendrick, kepala riset kripto di Standard Chartered Bank, Bitcoin saat ini ikut terpengaruh oleh aksi jual besar pada meme coin berbasis Solana serta penurunan indeks Nasdaq yang sempat mendekati level tertinggi sepanjang masa minggu lalu.
Baca Juga: Harga Bitcoin Rontok! Trader di Kraken Mulai Buy the Dip, Sinyal bakal Rebound?
Kendrick juga memperingatkan bahwa investor sebaiknya tidak membeli saat harga turun untuk saat ini, karena ia memprediksi harga Bitcoin akan jatuh lebih jauh ke sekitar US$80.000.
“Sebelum harga Bitcoin layak dibeli, saya perkirakan akan ada hari dengan arus keluar ETF Bitcoin spot sebesar US$1 miliar,” ujar Kendrick.
Ini akan melampaui rekor arus keluar terburuk sebelumnya sebesar US$583 juta dalam satu hari.
Kebijakan The Fed dan Dampaknya terhadap Bitcoin
The Fed memulai siklus pemotongan suku bunga pada September lalu, tetapi kini menahan diri karena kekhawatiran inflasi kembali meningkat.
Menurut Dan Coatsworth, analis investasi di AJ Bell, pasar kini memperkirakan 97,5% kemungkinan The Fed tidak akan mengubah suku bunga dalam pertemuan Maret, naik dari 75,5% sebulan lalu.
Bahkan, menurut Jon Brager, manajer portofolio di Palmer Square Capital Management, The Fed bisa saja menaikkan suku bunga tahun ini jika inflasi tetap tinggi.
Hal ini berisiko memicu ketegangan dengan Donald Trump, yang sebelumnya mengkritik The Fed dan menuntut pemangkasan suku bunga segera.
“Investor saat ini dalam mode menunggu dan melihat, menyeimbangkan optimisme terhadap masuknya institusi besar melalui ETF Bitcoin dengan ketidakpastian makroekonomi dan potensi perang dagang global,” kata James Toledano, COO Unity Wallet.
Baca Juga: Bitcoin Longsor di Kisaran US$89.000, Dua Faktor Ini Menjadi Penyebabnya
Namun, dengan harga Bitcoin tertahan di bawah US$100.000 sepanjang Februari, beberapa analis memperkirakan pergerakan besar akan terjadi dalam waktu dekat.
Alex Kuptsikevich, analis utama di FxPro, mengatakan: "Bitcoin terus bergerak ke samping, sementara dinamika pasar kripto secara umum menyerupai bola yang memantul semakin rendah seiring waktu."
Menurutnya, batas resistensi saat ini berada di sekitar US$3,20 triliun, sementara batas bawah bertahan di US$3,10 triliun selama tiga minggu terakhir. Hal ini menciptakan efek "compressed spring", di mana pergerakan tajam ke salah satu arah bisa terjadi dalam beberapa hari ke depan.