kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,77   -22,96   -2.48%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Buta huruf, jutaan warga India ditipu merek palsu


Senin, 23 April 2012 / 12:44 WIB
Buta huruf, jutaan warga India ditipu merek palsu
ILUSTRASI. Ilustrasi cara dan syarat pencairan BPUM 2021. KONTAN/Carolus Agus Waluyo/23/10/2020.


Reporter: Dani Prasetya, Bloomberg |

NEW DELHI. Jutaan warga India yang buta huruf, menjadi nafas kehidupan bagi berbagai produsen peralatan konsumer nakal yang menawarkan merek palsu. Pembelian produk abal-abal ini menggerus keuntungan produsen besar, yang telah lebih dulu membangun merek. Unilever dan perusahaan sejenisnya tidak tinggal diam. Mereka mengeluarkan banyak biaya untuk meredam peredaran merek palsu.

Sunita Kumar, seorang istri buruh pabrik di kampung Hazratpur, India memasukkan bedak dan krim wajahnya ke kotak make-up. Ia menggunakan peralatan kecantikan itu jika berkunjung ke acara-acara festival atau pernikahan kerabat.

Namun, Sunita tidak tahu, jika produk yang ia gunakan itu palsu. Dia yang buta huruf, tidak bisa membaca label tube krim wajahnya bertuliskan Fairy Love, plesetan merek Fair & Lovely buatan Unilever. Dia mengenal krim tersebut melalui iklan di televisi.

Hazratpur merupakan salah satu desa miskin di India. Di desa itu, berbagai peritel informal berjualan di bawah pohon dan akses produk bermerek palsu begitu besar karena warga yang buta huruf tidak bisa membedakannya dengan yang asli.

Fair & Lovely hanya salah satu produk yang didompleng merek abal-abal. Ada juga produk Voroline yang merupakan plesetan Vazeline, yang laris dibeli jutaan konsumen buta huruf India.

Penguasa jaringan produk kecantikan seperti Unilever, Proctec & Gamble Co (P&G) maupun kompetitor lokal bernama Emami Ltd, menjadi korban nyata buta huruf warga India.

Sekitar 69% dari total penduduk India yang berjumlah 1,2 miliar tinggal di pedalaman. Meski tinggal di pelosok, mereka merupakan pelanggan setia produk-produk bermerek. Ini menjadi celah para produsen nakal menawarkan merek palsu.

Menurut Saroj Kumar Mohanta, konsultan MART di New Delhi, pembelian produk palsu menyebabkan kerugian besar pada perusahaan besar yang menghabiskan dana besar untuk membangun merek. Kamar Dagang dan Industri India mengestimasi, antara 10% - 30% produk kosmetik, peralatan kamar mandi, dan makanan kemasan di India adalah merek palsu. Meski demikian, berdasarkan survei Nielsen Co, permintaan produk konsumer India tetap bisa naik dari sebelumnya sekitar US$ 9 miliar pada tahun 2010 menjadi US$ 100 miliar pada 2025 mendatang, karena populasi yang besar.

Dampak ke perusahaan

Hindustan Unilever mengakui, peredaran produk imitasi berdampak pada pendapatan. Produk palsu diperkirakan bernilai lebih dari INR 560 juta pada 2011, apabila mempertimbangkan peningkatan konsumsi produk bermerek.

Namun, perusahaan optimistis bisa meningkatkan laba 12% menjadi INR 25,8 miliar pada tahun fiskal yang berakhir Maret 2012.

Demi menekan kerugian, Unilever India mempekerjakan wanita yang berdomisili di daerah rural sejak tahun 2000 sebagai duta merek. Upaya itu menghabiskan dana iklan dan promosi sebesar INR 28 miliar setahun terakhir.

Hasilnya mulai terlihat. Keluarga di daerah Hazratpur telah menggunakan detergen Surf buatan Unilever. "Kini konsumen telah masuk pada taraf yang melihat penghematan tidak lagi sebagai kebaikan," ungkap Nitin Paranjpe, Chief Executive Officer (CEO) Hindustan Unilever.

Berdasarkan Euromonitor International, Unilever memegang pangsa pasar India 33%, menyusul Colgate-Palmolive Co (6,8%), P&G (5,4%), Dabur India Ltd (4,9%), dan Emami Ltd (1,5%). Persentase mereka bisa lebih besar jika merek palsu tak merebak.

Menurut Mohanta, pesatnya peredaran merek palsu didukung banyaknya perusahaan manufaktur tak berizin.

Pimpinan FICCI’s Committee on Anti-Smuggling and Counterfeiting, Anil Rajput menambahkan, toko kelontong juga dengan senang hati menjual produk merek palsu yang memiliki banyak peminat. Ini karena harganya lebih murah dibandingkan produk asli.

Emami juga berinovasi pada pengemasan produk. Ia berupaya mengedukasi para peritel agar mengidentifikasi produk-produk palsu. n




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×