Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - KUALA LUMPUR. ByteDance asal China, induk dari platform media sosial TikTok, telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) lebih dari 700 pekerja dari unitnya di Malaysia. Ini dilakukan karena ByteDance mengalihkan fokus ke penggunaan AI yang lebih besar dalam moderasi konten.
Dua sumber yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada Reuters, para karyawan, yang sebagian besar terlibat dalam operasi moderasi konten perusahaan, diberi tahu tentang pemecatan melalui email pada Rabu (9/10) malam.
Menanggapi pertanyaan Reuters, TikTok mengonfirmasi PHK tersebut pada hari Jumat (10/10), tetapi mengatakan tidak dapat memberikan angka pasti tentang jumlah karyawan yang terkena dampak di Malaysia.
TikTok mengantisipasi bahwa beberapa ratus orang akan terkena dampak secara global sebagai bagian dari rencana yang lebih luas untuk meningkatkan operasi moderasinya.
TikTok menggunakan campuran deteksi otomatis dan moderator manusia untuk meninjau konten yang diposting di situs tersebut.
Baca Juga: Texas Gugat TikTok karena Melanggar Privasi Anak-Anak
Bytedance memiliki lebih dari 110.000 karyawan di lebih dari 200 kota di seluruh dunia, menurut situs web perusahaan.
Perusahaan teknologi itu juga merencanakan lebih banyak melakukan PHK di bulan depan, karena ingin mengonsolidasikan beberapa operasi regionalnya, kata salah satu sumber.
"Kami membuat perubahan ini sebagai bagian dari upaya berkelanjutan kami untuk lebih memperkuat model operasi global kami untuk moderasi konten," kata juru bicara TikTok dalam sebuah pernyataan.
Perusahaan itu berharap untuk menginvestasikan dana hingga US$ 2 miliar secara global dalam kepercayaan dan keamanan tahun ini dan akan terus meningkatkan efisiensi, dengan 80% konten yang melanggar pedoman sekarang dihapus oleh teknologi otomatis, kata juru bicara itu.
PHK pertama kali dilaporkan oleh portal bisnis The Malaysian Reserve pada hari Kamis.
Baca Juga: ByteDance akan Investasi US$2,1 miliar di Malaysia untuk Bangun Pusat AI
Pemutusan hubungan kerja terjadi karena perusahaan teknologi global menghadapi tekanan regulasi yang lebih besar di Malaysia, di mana pemerintah telah meminta operator media sosial untuk mengajukan izin operasi pada bulan Januari sebagai bagian dari upaya untuk memerangi pelanggaran dunia maya.
Malaysia melaporkan peningkatan tajam dalam konten media sosial yang berbahaya awal tahun ini dan mendesak perusahaan, termasuk TikTok, untuk meningkatkan pemantauan pada platform mereka.