Sumber: Forbes | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - CEO Zoom, Eric Yuan, menyatakan bahwa keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan tidaklah nyata bagi para pemimpin.
Ia bahkan mengaku telah meninggalkan hobinya demi sepenuhnya mendedikasikan diri pada perusahaannya yang kini bernilai sekitar US$ 20 miliar.
Meski begitu, Yuan menegaskan bahwa keluarga tetap menjadi prioritas. “Setiap kali terjadi konflik, coba tebak? Keluarga adalah yang utama,” katanya.
Zoom menjadi simbol perubahan drastis dalam dunia kerja selama dekade terakhir. Aplikasi konferensi video ini memungkinkan orang bekerja dari mana saja, dari pantai hingga sofa. Namun Yuan kini menghadapi kenyataan bahwa inovasinya justru menghapus batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Baca Juga: Nilai-nilai dalam Keluarga, Bisa Jadi Inspirasi untuk Buka Usaha
“Saya bilang ke tim kami, tidak ada cara untuk menyeimbangkan. Pekerjaan adalah hidup, hidup adalah pekerjaan,” ujarnya dalam podcast Grit.
Yuan, yang kini berusia 55 tahun, menyebut seluruh hidupnya hanya untuk dua hal: “keluarga dan Zoom.”
Namun, saat terjadi pertentangan antara keduanya, ia selalu mendahulukan keluarga.
Pandangan ini sejalan dengan sejumlah pemimpin lain yang mengakui bahwa keseimbangan kerja dan hidup sulit dicapai saat mengejar kesuksesan, seperti mantan Presiden Barack Obama, CEO TIAA Thasunda Brown Duckett, dan salah satu pendiri LinkedIn Reid Hoffman.
Yuan juga menyinggung tantangan generasi muda, terutama Gen Z, di tengah revolusi kecerdasan buatan (AI). Sebagai ayah dari tiga anak Gen Z, ia menyadari tidak mudahnya memasuki pasar kerja saat ini.
Baca Juga: Jadi Pekerja Work Smart Tahun 2025 Dengan Platform Kerja berbasis AI
“Terkadang saya sangat khawatir,” ujarnya, mencontohkan sulitnya lulusan ilmu komputer mencari pekerjaan.
Ia memperkirakan bahwa dalam 10 hingga 20 tahun ke depan, sebagian besar pekerjaan saat ini akan digantikan atau dibantu oleh AI.
Meski begitu, ia mendorong generasi muda untuk tidak panik, melainkan bersiap menghadapi masa depan yang dikuasai AI.
“Fokuslah sepenuhnya pada apa yang Anda lakukan setiap hari. Cobalah dapat nilai bagus dan nikmati kehidupan kampus. Sambil itu, pelajari sedikit tentang AI dan siapkan diri secara mental secara bertahap,” ujarnya.
Perjalanan Zoom sendiri mencerminkan naik-turunnya industri teknologi. Saat melantai di bursa pada April 2019, Zoom bernilai US$ 9,2 miliar.
Saat pandemi melanda kurang dari setahun kemudian, pengguna Zoom melonjak dari 10 juta menjadi 350 juta, dan nilai pasar perusahaan melambung hingga US$ 160 miliar pada akhir 2020. Namun kini, di tengah tren kembali ke kantor, valuasinya merosot kembali menjadi sekitar US$20 miliar.
Baca Juga: Lowongan Kerja Terbaru di Anak Usaha BUMN KAI, Minimal SMA Sederajat Bisa Daftar
Yuan menyiratkan bahwa perubahan pada dunia kerja belum berakhir. Ia membayangkan masa depan di mana teknologi AI yang matang akan mengurangi kebutuhan untuk bekerja lima hari dalam seminggu. “Mungkin tiga hari, mungkin dua hari,” ucapnya.
Visi Yuan ini senada dengan prediksi tokoh teknologi lain, seperti Bill Gates. Pendiri Microsoft itu menyatakan bahwa manusia tidak lagi dibutuhkan untuk sebagian besar pekerjaan, dan bertanya dalam acara The Tonight Show awal tahun ini:
“Seperti apa pekerjaan nanti? Haruskah kita bekerja, seperti, dua atau tiga hari seminggu?”