kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

China Incar Hubungan yang Lebih Kuat dengan Rusia


Selasa, 07 Maret 2023 / 16:47 WIB
China Incar Hubungan yang Lebih Kuat dengan Rusia
ILUSTRASI. Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping di Beijing, China, Jumat (4/2/2022). Aleksey Druzhinin/Kremlin via REUTERS


Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Di tengah situasi global yang semakin bergejolak, pemerintah China secara terbuka menyampaikan niatnya untuk menjalin hubungan yang lebih kuat dengan Rusia.

Menteri Luar Negeri China, Qin Gang, pada hari Selasa (7/3) mengatakan saat ini Beijing harus memajukan hubungannya dengan Rusia. Kedekatan antara Presiden Xi Jinping dan Presiden Vladimir Putin pun dianggap bisa membuat dua negara semakin akrab.

Belakangan ini juga mulai beredar kabar bahwa Xi akan mengunjungi Putin setelah sidang parlemen China yang akan berlangsung satu minggu lagi.

Baca Juga: China Kerek Anggaran Militer untuk Hadapi Ancaman yang Meningkat

Sayangnya, Qin tidak memberikan jawaban pasti ketika ditanya apakah kunjungan tersebut akan terjadi atau tidak.

Penguatan hubungan China dengan Rusia juga diprediksi membuka peluang bagi kedua negara untuk mulai meninggalkan dolar AS atau dalam setiap transaksi perdagangan bilateral.

Isu tersebut mulai beredar setelah Rusia mendapat banyak sanksi internasional di sektor perdagangan akibat invasinya ke Ukraina.

Terkait isu tersebut, Qin menegaskan bahwa China bisa menggunakan mata uang apa pun yang efisien, aman, dan kredibel.

Baca Juga: Anggota G20 Kompak Mengutuk Perang di Ukraina, Kecuali Rusia dan China

"Mata uang seharusnya tidak menjadi kartu truf untuk sanksi sepihak, apalagi penyamaran untuk intimidasi atau paksaan," kata Qin, seperti dikutip Reuters.

Terkait perang di Ukraina, China masih menolak menyebut Rusia sebagai agresor dalam konflik tersebut. China juga rutin mengkritik AS karena mengintimidasi negara lain dengan sanksi sepihak.

Pada pertemuan tingkat menteri luar negeri G20 pekan lalu, hanya China dan Rusia yang tidak menyetujui pernyataan berbunyi "penarikan penuh dan tanpa syarat pasukan Rusia dari wilayah Ukraina".



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×