kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

China terus berupaya capai kemakmuran bersama di masa mendatang


Minggu, 12 September 2021 / 14:13 WIB
China terus berupaya capai kemakmuran bersama di masa mendatang
ILUSTRASI. Orang-orang beraktivitas menggunakan masker di kota Beijing, China.


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Di saat China dikenal sebagai negara yang semakin maju dengan perekonomiannya karena perusahaan-perusahaan teknologinya berkembang pesat, masalah kesenjangan sosial masih menjadi isu penting. Pemerintah dengan berbagai cara terus berupaya agar masyarakat China bisa mencapai kemakmuran bersama pada tahun 2035.

Kesenjangan sosial di China memang saat ini masih terasa dengan masih banyak kelas pekerja miskin yang mungkin bisa diuntungkan dengan upaya-upaya pemerintah untuk melakukan pemerataan. 

Saat ini saja, masih ada sekitar 200 juta orang hidup dengan pendapatan bulanan kurang dari 2.000 yuan setara US$ 309.

Frasa kemakmuran bersama memang telah menjadi pokok pembicaraan utama yang mencakup setiap demografi, dari elit kaya dan politik hingga petani pedesaan dan pekerja pabrik. 

Kekhawatiran mereka sangat berbeda, tetapi banyak dari pertanyaan mereka sangat mirip: "Apa artinya?" "Apakah itu akan berhasil?" "Bagaimana itu bisa mempengaruhi saya?" 

Ketidakpastian berlimpah, dan kekhawatiran tersebar luas.

Baca Juga: China minta perusahaan teknologi untuk membuka platform satu sama lain

Ketika ada dukungan yang sangat vokal terutama di media sosial terhadap upaya pemerintah, banyak juga yang menyatakan skeptisisme dan mengajukan pertanyaan dan kekhawatiran tentang kebijakan publik baru yang berat ini dan kemungkinan dampak sosial dan ekonominya.

Saat ini, pemerintah provinsi di wilayah Zhejiang yang memiliki lebih dari 64,5 juta pada bulan Juli telah meluncurkan program percontohan yang dirancang untuk mencapai kemakmuran bersama pada tahun 2025. 

Pemerintah setempat meningkatkan pendapatan per kapita penduduk setempat menjadi 75.000 yuan, atau senilai US$ 11.600 sehingga memastikan bahwa kelas menengah terdiri dari setidaknya 80% dari populasi. Harapannya, program tersebut bisa direplikasi di seluruh wilayah Beijing.

Dalam sebuah artikel akhir bulan lalu, Robin Xing, kepala ekonom China Morgan Stanley, menggambarkan kemakmuran bersama sebagai pergeseran dalam kerangka tata kelola ekonomi China.

“Saat ini, China sedang menghadapi tantangan yang semakin meningkat termasuk tekanan besar akibat populasi yang menurun dengan cepat, kesenjangan kekayaan yang semakin lebar antara si kaya dan si miskin, dan memburuknya hubungan AS-China di tengah tren anti-globalisasi yang lebih luas. Beijing pun telah menurunkan ekonomi China ke jalur pertumbuhan yang lebih lambat dan mengarahkan pandangannya pada kesetaraan sosial dan keamanan nasional,” kata Xing seperti dikutip dari South China Morning Post, Minggu (12/9).

Alhasil, langkah pemerataan dinilai bisa membawa sejumlah perubahan regulasi, termasuk di sektor properti. Dan akan ada permintaan yang lebih besar pada bisnis lokal, dalam hal filantropi perusahaan dan tanggung jawab sosial perusahaan.

Zheng Yue, seorang eksekutif senior di perusahaan yang berbasis di Shenzhen justru memiliki kekhawatiran terhadap upaya pemerataan yang sedang dilakukan oleh pemerintah. Menurutnya, perusahaan swasta China akan merasa lebih tidak pasti untuk operasi di masa depan.

“Untuk mencapai kesejahteraan bersama, harus ada fondasi yang kuat, dan itu mengharuskan pelaku usaha memiliki margin keuntungan yang wajar dan mampu bertahan.

Sementara itu, model kemakmuran bersama membuat individu dengan kekayaan bersih tinggi merasa seolah-olah properti spekulatif yang mereka miliki di kota-kota tingkat pertama bukanlah investasi yang menguntungkan yang telah lama mereka lakukan, termasuk di masa lalu.

Arnold Qiu, seorang mahasiswa yang berbasis di Guangzhou, memiliki pandangan optimis yang hati-hati. Ia hanya ingin melihat kemakmuran bersama bisa mempersempit kesenjangan kekayaan antara pegawai sektor swasta dan pegawai negeri, dalam hal tunjangan sosial dan gaji.

“Sementara pensiunan pejabat dan pegawai negeri sekarang memiliki tunjangan dan pensiun yang stabil, pekerja migran dan karyawan sektor swasta berusia lima puluhan biasanya merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan yang layak,” katanya.

Selanjutnya: Harga Masih Tinggi, Beijing Minta Pebisnis Tetapkan Harga Komoditas secara Wajar



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×