Reporter: Djumyati Partawidjaja | Editor: Djumyati P.
NEW YORK. Outlook untuk perekonomian global kelihatan terus memburuk. Data-data yang muncul, secara mengejutkan kelihatan menurun dengan serempak. Tampaknya kombinasi dari penurunan kemakmuran, meningkatnya ketidakpastian, dan kekacauan finansial pun sudah menyeret permintaan konsumsi di seluruh dunia untuk turun dengan tajam.
Penyusutan perdagangan internasional yang tajam ikut membantu menambah goncangan ini ke seluruh dunia. Penyusutan produksi yang tajam juga sepertinya akan menyeret penurunan permintaan yang lebih besar seiring dengan penurunan pendapatan yang terjadi dengan cepat. Kabar buruknya, saat ini hanya ada sedikit tanda-tanda yang menunjukkan momentum dari siklus negatif ini akan segera berakhir.
Para pembuat kebijakan pun terus mencoba membuat aksi di tiga bidang utama keuangan: moneter, fiskal, dan finansial. Menghadapi harga-harga komoditi yang berjatuhan, angka inflasi pun ikut jatuh dengan cepat di banyak negara. Bank-bank sentral pun makin getol menurunkan suku bunganya. Bagaimanapun instrumen kebijakan konvensional adalah pendekatan yang paling cepat, tapi tentu saja ada batasnya.
Mereka pun mulai beralih pada pilihan lain, yaitu kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal mudah dijalankan juga, tapi pelaksanaan di banyak negara tidak diikuti dengan penegakan yang cukup. China, Rusia, dan Amerika Serikat menjadi negara-negara yang menjalankan kebijakan fiskal dengan agresif.
Sebenarnya, ada sedikit kabar gembira. Sejak awal Desember lalu pengucuran kredit sudah mulai pulih dan harga saham sudah tidak lagi diuji sampai harga yang terendahnya. Ini mungkin merefleksikan, komitmen yang kuat dari bank-bank sentral dari negara-negara besar dan yang paling utama dari Federal Reserve untuk menjalankan kebijakan-kebijakan yang tidak konvensional.
Dengan outlook perekonomian yang memburuk dengan cepat, bank dan lembaga-lembaga keuangan lainnya masih akan ada dalam tekanan yang berat. Pemerintah pun tengah bergelut dengan pilihan yang sulit untuk menentukan perannya secara obyektif dalam intervensi lembaga keuangan.
Pemerintah Inggris sudah meningkatkan dukungannya pada bank-bank di Inggris. Anggota kabinet Obama pun kelihatannya harus memetakan rencana yang detail untuk bisa mengganjal sistem finansial supaya bisa kelak mereka bisa menopang pulihnya kondisi perekonomian.
Melihat semua perkembangan ini Citibank memilih untuk menurunkan prediksi pertumbuhan GDP 2009 di hampir semua negara. Perubahan yang paling besar terjadi di negara-negara yang paling banyak mengandalkan pertumbuhan perekonomiannya dari perdagangan internasional. Citibank pun memprediksikan turunnya pertumbuhan perekonomian di Jepang sampai akhir tahun nanti, dengan penurunan GDP 3%-1/2%.
Negara-Negara G3
Amerika Serikat : Selain mulai adanya perbaikan dalam pasar kredit, kondisi ekonomi dan finansial masih tetap lemah. Padahal pelemahan perekonomian dan finansial seperti bahu membahu untuk mendorong terjadinya resesi. Lebih banyak kebijakan yang berani dibutuhkan pemerintah untuk menghadapi risiko terjadinya deflasi.
Eropa : Kawasan Eropa tengah berada dalam resesi yang parah dan tingkat inflasi jatuh dengan cepat. Citibank berharap ECB akan kembali memotong suku bunganya 0,5% di pertengahan tahun ini dan juga adanya tambahan pelonggaran kebijakan fiskal.
Jepang : Kombinasi dari pertumbuhan yang negatif dan adanya deflasi sepertinya akan terus berlangsung sampai kuartal pertama tahun ini. Bank of Japan kelihatannya akan mempertahankan kebijakan suku bunganya di 0,1%. Daripada berfokus pada kebijakan moneter, pemerintah kelihatannya akan lebih banyak memperbaiki pasar finansial yang tidak berfungsi dengan membeli aset-aset berisiko kredit tinggi dan menyediakan likuiditas menggunakan aset tersebut sebagai kolateral.