Sumber: South China Morning Post | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - FILIPINA. Asian Development Bank (ADB) memprediksi akan ada lebih dari 160 juta orang di seluruh penjuru Asia yang segera memasuki jurang kemiskinan sebagai dampak dari wabah virus corona.
Pandemi serta segala langkah yang digunakan untuk membasminya akan mendorong banyak orang ke kemiskinan absolut dan memperlebar ketimpangan di dalam industri dan negara-negara Asia, ungkap ADB.
South China Morning Post melaporkan saat ini Asia telah megalami penurunan angka kemiskinan karena PBD kawasan ini naik menjadi sepertiga dari ekonomi global.
Sayangnya, wabah corona menyebabkan ekonomi kawasan bergerak ke arah negatif sehingga pendapatan menjadi lebih kecil. Orang yang ada di garis kemiskinan merasakan dampak yang terparah, peningkatan angka kemiskinan di Asia pun tak dapat dihindarkan.
Baca Juga: Korea Selatan pastikan tak ada senjata nuklir dalam kerja sama militernya dengan AS
"Kami telah mengamati banyak orang jatuh ke bawah garis kemiskinan, lebih dari 160 juta orang di wilayah ini (Asia) telah berada di bawah garis kemiskinan," ungkap Kepala Ekonom ADB Yasuyuki Sawada, dikutip dari South China Morning Post.
Perhitungan Sawada ini didasarkan pada ambang kemiskinan internasional senilai $3,2 per orang per hari.
Tanpa virus corona, jumlah penduduk miskin di negara berkembang Asia diperkirakan akan terus menurun. Setidaknya data telah menunjukkan hal ini dalam dua dekade terakhir.
ADB menyampaikan, penduduk miskin dengan pendapatan tidak lebih dari US$1,9 per hari akan berkurang menjadi 114 juta sampai akhir tahun 2020. Jika menggunakan batas US3,2 per hari, jumlahnya akan turun ke angka 734.
Dengan adanya virus corona, angka kemiskinan di Asia untuk kategori pertama akan melonjak hingga 192 juta, dan di kategori kedua menjadi 896 juta jiwa sampai akhir tahun 2020 nanti.
Baca Juga: Gelombang kebangkrutan di Jepang, hampir 500 perusahaan bangkrut selama pandemi
Jika benar terjadi, tambahan angka tersebut akan membalikkan pengurangan kemiskinan yang dicapai dalam tiga sampai empat tahun terakhir.
Sawada menjelaskan bahwa masyarakat yang bekerja secara mandiri, seperti berdagang dan membuka usaha kecil, akan menerima dampak lebih buruk dari para pekerja kantoran.
Pemasukan yang tidak tetap menjadi tidak terlihat sejak segala pembatasan aktivitas diterapkan selama pandemi ini. Sementara pekerja kantoran masih bisa tetap mendapatkan upah meski jumlahnya mungkin dipangkas.
"Perusahaan serta industri kecil dan mikro di negara-negara Asia Tenggara terpengaruh secara tidak proporsional karena kendala likuiditas. Mencegah mereka untuk beroperasi selama periode lockdown," ungkap Sawada.