Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - NEW DELHI. Pandemi virus corona yang melanda dunia sejak Maret lalu menyeret jutaan penduduk ke dalam jurang kemiskinan. Jeratan kemiskinan ini menyebabkan angka pernikahan di bawah umur di Asia melonjak selama pandemi.
Kemiskinan membuat puluhan ribu anak perempuan di Asia dipaksa menikah oleh keluarganya, meski masih berada di bawah umur. Pernikahan di bawah umur sebenarnya merupakan praktik yang lazim di negara, seperti Pakistan, India, dan Vietnam.
Namun, beberapa tahun belakangan, jumlahnya terus menurun karena upaya beragam organisasi untuk memberikan edukasi lebih mengenai bahaya pernikahan di bawah umur alias pernikahan dini.
Hanya, upaya tersebut kemudian terasa percuma karena jumlah pernikahan di bawah umur meningkat pesat dalam beberapa bulan terakhir, sejak pandemi virus corona melanda.
Baca Juga: Hari ini dalam sejarah: Jerman menginvasi Polandia, menjadi awal mula Perang Dunia II
"Pernikahan anak berakar kuat pada ketidaksetaraan gender dan struktur patriarki. Apa yang terjadi sekarang menjadi semakin rumit sejak era Covid-19," ungkap Shipra Jha, Kepala Girls Not Brides untuk Wilayah Asia seperti dikutip AFP.
Kemiskinan, pendidikan yang rendah, dan ketidakamanan merupakan beberapa faktor yang mendorong pernikahan di bawah umur marak terjadi. Sejumlah faktor tersebut memiliki pengaruh yang semakin kuat di tengah pandemi virus corona.
Berdasarkan data PBB, setiap tahun ada 12 juta anak perempuan menikah sebelum berumur 18 tahun. Di tengah ancaman kemiskinan dan pandemi virus corona, PBB memperingatkan, angka tersebut bisa bertambah 13 juta dalam dekade berikutnya.
Di India, para aktivis mengatakan, ada lonjakan pernikahan paksa karena keluarga menilai praktik tersebut merupakan solusi untuk masalah keuangan yang muncul akibat Covid-19, tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi anak-anak yang menikah dini.
Baca Juga: Akibat lockdown, ekonomi India terkontraksi 23,9% pada Juni 2020
"Terjadi peningkatan pernikahan anak selama periode lockdown. Ada pengangguran yang merajalela akibat kehilangan pekerjaan. Keluarga hampir tidak mampu memenuhi kebutuhan, jadi mereka pikir menikahkan anak perempuan mereka adalah jalan yang terbaik," ujar Rolee Sigh yang menjalankan kampanye "1 Step 2 Stop Child Marriage" di India.
Upaya pencegahan di beberapa negara