Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Ekonomi global menunjukkan tanda-tanda menuju perbaikan. Itu tercermin dari penurunan inflasi di Amerika Serikat (AS) dan meningkatkan mobilitas di China setelah kebijakan zero Covid-19 ditangguhkan.
Tingkat inflasi tahunan AS pada Desember 2022 mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan kenaikan suku bunga The Fed tampaknya sudah mulai menunjukkan hasil. Penurunan inflasi ini terutama didorong oleh terkoreksinya harga bensin dan kendaraan bermotor.
Pada Desember 2022, indeks harga konsumen (IHK) AS mencapai 6,5% secara tahunan atau year on year (YoY). Itu turun dari inflasi pada November yang mencapai 7,1%.
Puncak inflasi tahunan terjadi pada Juni yang mencapai 9,1%. Data terbaru ini meningkatkan ekspektasi laju kenaikan suku bunga The Fed selanjutnya akan menurun.
Pejabat The Fed Philadelphia Patrick Harker menyambut baik penuruan itu. Ia mengharapkan kenaikan Fed rate bulan depan lebih kecil dari sebelumnya yakni menjadi 25 basis point (bps).
Sementara Sung Won Sohn, Guru Besar Keuangan dan Ekonomi Universitas Loyola Marymount di Los Angeles menilai langkah yang dilakukan The Fed sudah mulai berbuah meskipun tingkat inflasi tersebut masih jauh dari target 2%
"Puncang gunung inflasi sudah sudah dilewati. Pertanyaan sekarang adalah seberapa curam penurunan ke depan," kata Sohn seperti dikutip Reuters, Jumat (13/1).
Baca Juga: Mengejutkan, Ekonomi Inggris Tumbuh 0,1% di Bulan November 2022
Inflasi AS secara bulan pada Desember 2022 turun 0,1%. Ini penurunan pertama sejakan Mei 2020. Pada November IHK secara bulan justru naik 0,1%.
Sebelumnya ekonom yang disurvei Reuters memperkirakan inflasi pada Desember tidak akan berubah. Ini merupakan bulan ketiga berturut-turun, IHK berada di bawah proyeksi analis. Ini menunjukkan data beli konsumen naik dan meningkatkan harapan bahwa AS bisa menghindar dari resesi.
Tidak termasuk makanan, tempat tinggal, energi, harga konsumen turun selama tiga bulan berturut-turut. "Laporan inflasi ini meningkatkan kemungkinan terjadi soft landing," kaya Sinem Buber, Kepala Ekonom ZipRecruiter.
Harga bensin anjlok 9,4% setelah turun 2,0% di bulan November. Tetapi biaya gas alam naik 3,0%, sedangkan listrik naik 1,0%. Harga makanan naik 0,3%, kenaikan terkecil dalam hampir dua tahun, setelah naik 0,5% di bulan sebelumnya.
Biaya makanan yang dikonsumsi di rumah meningkat 0,2%, juga terendah sejak Maret 2021. Harga buah dan sayuran turun seperti halnya harga produk susu, tetapi harga daging, unggas, dan ikan lebih mahal. Harga telur melonjak 11,1% karena flu burung.
Tahun lalu, The Fed telah menaikkan suku bunga 425 bps ke kisaran 4,25%-4,50%, tertinggi sejak akhir 2007. Pada Desember, Fed memproyeksikan setidaknya akan adan kenaikan tambahan 75 bps hingga akhir 2023. Pasar keuangan memperkirakan kenaikan suku bunga 25 bps pada pertemuan The Fed 31 Januari-Februari.
Sementara pasar tenaga kerja AS tetap ketat, dengan tingkat pengangguran kembali ke level terendah lima dekade sebesar 3,5% pada bulan Desember.
Laporan Departemen Tenaga Kerja menunjukkan klaim awal untuk tunjangan pengangguran negara turun 1.000 menjadi 205.000 yang disesuaikan secara musiman untuk pekan yang berakhir 7 Januari 2023.
Baca Juga: IMF Berharap Pertumbuhan Ekonomi Global di 2023 Bisa Stabil di Kisaran 2,7%
Klaim tetap rendah meskipun terjadi PHK profil tinggi di industri teknologi serta pemutusan hubungan kerja di sektor yang sensitif terhadap suku bunga seperti keuangan dan perumahan.
Sementara di China, mobilitas meningkat setelah pemerintahnya melonggarkan pembatasan ketat Covid-19. Data mobilitas dan belanja yang mencakup lalu lintas penumpang kereta bawah tanah dan penerbangan meningkat sejak akhir Desember sejak kebijakan Zero Covid-19 ditangguhkan.
Namun, beberapa indikator menunjukkan aktivitas China belum sepenuhnya pulih ke level beberapa bulan sebelumnya. Banyak ekonom mengingatkan, perlu tetap berhati-hati melihat laju pemulihan ekonomi China dengan pembukaan kembali aktivitas yang lebih cepat dibandingkan perkiraan.
"Penurunan belanja ritel yang basisnya semakin luas, menunjukkan bahwa dibutuhkan waktu untuk membalikkan dampak psikologis negatif pada konsumen China yang disebabkan oleh pembatasan ketat selama tiga tahun," kata Louise Loo, Ekonom Senior di Oxford Economics. Selain itu, pemulihan yang cepat terhambat oleh kondisi likuiditas rumah tangga yang berubah selama pandemi.
Pemerintah China berjanji untuk meningkatkan permintaan, terutama konsumsi pada tahun ini. Namun, kontributor perekonomian China lainnya kekurangan tenaga akibat lonjakan suku bunga untuk menekan inflasi.
Pengaruh kenaikan suku bunga memberikan dampak negatif terhadap ekspor China yang membantu perekonomiannya selama era pandemi.
Baca Juga: Ramalan Terbaru IMF Soal Ekonomi Global, AS dan Jepang, Bagus atau Buruk?
Survei aktivitas pabrik terbaru menunjukkan sub-indeks pesanan ekspor baru terkontraksi selama 20 bulan berturut-turut. Indeksnya bahkan menurun menjadi 44,2 pada Desember dibandingkan 46,7 pada November.
Indeks di bawah 50 menunjukkan kondisi kontraksi terhadap produksi. Survei juga menunjukkan, kondisi ketenagakerjaan di sektor manufaktur China juga berada di bawah tekanan.
Ekonom memperkirakan, pertumbuhan ekonomi China akan mulai meningkat pada kuartal kedua tahun ini, didukung oleh konsumsi yang kuat dan meningkatnya belanja pemerintah untuk proyek infrastruktur.
Sementara pemulihan pasar properti diperkirakan membutuhkan waktu lebih lama. Bank Dunia meramal ekonomi China tumbuh 4,3% pada 2023, naik tahun 2022 yang diproyeksi 2,7%.