Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Perekonomian Jepang menyusut untuk pertama kalinya dalam setahun pada kuartal I-2025. Penurunan ekonomi ini berada di laju tercepat dari perkiraan, menurut data pemerintah yang dirilis Jumat (16/5).
Penurunan ini menandai rapuhnya pemulihan ekonomi Jepang yang kini berada dalam tekanan akibat kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump. Produk domestik bruto (PDB) riil Jepang kontraksi 0,7% secara tahunan pada Januari-Maret. Angka ini jauh di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan penurunan hanya 0,2%, setelah sebelumnya tumbuh 2,4% di kuartal terakhir 2024.
Penurunan ini sebagian besar disebabkan melemahnya konsumsi rumah tangga dan ekspor. Ini menandakan ekonomi Jepang mulai kehilangan dukungan dari permintaan luar negeri bahkan sebelum pengumuman Trump pada 2 April terkait pemberlakuan tarif resiprokal.
Baca Juga: Bursa Asia Bervariasi Jumat (16/5) Pagi, Investor Cermati Kontraksi Ekonomi Jepang
“Ekonomi Jepang kekurangan pendorong pertumbuhan karena lemahnya ekspor dan konsumsi. Kondisi ini membuatnya sangat rentan terhadap guncangan, seperti tarif dari Trump,” kata Yoshiki Shinke, Kepala Ekonom Eksekutif di Dai-ichi Life Research Institute.
Secara kuartalan, ekonomi Jepang menyusut 0,2%, lebih buruk dari perkiraan pasar yang memperkirakan penurunan 0,1%. Konsumsi rumah tangga, yang menyumbang lebih dari separuh output ekonomi, stagnan pada kuartal pertama. Padahal, pasar memperkirakan kenaikan 0,1%.
Di sisi lain, belanja modal alias capital expenditure (capex) justru naik 1,4%, melampaui ekspektasi pasar sebesar 0,8%. Menurut para analis kemungkinan terjadi karena perusahaan mempercepat belanja sebelum tarif diberlakukan.
Ekspor turun 0,6%, sementara impor melonjak 2,9%, menyebabkan kontribusi permintaan eksternal terhadap PDB negatif 0,8 poin. Sebaliknya, permintaan domestik menyumbang positif 0,7 poin terhadap pertumbuhan.
"Belanja modal kemungkinan naik karena adanya percepatan belanja sebelum tarif Trump diberlakukan. Mungkin ekonomi bisa menghindari kontraksi lebih lanjut di kuartal berikutnya, tapi tetap tanpa dorongan besar," ujar Takeshi Minami, Kepala Ekonom Norinchukin Research Institute dikutip Reuters.
Bank of Japan (BOJ) kini berada dalam posisi sulit untuk menentukan langkah suku bunga berikutnya. Setelah mengakhiri stimulus moneter jangka panjang pada tahun lalu dan menaikkan suku bunga menjadi 0,5% pada Januari, BOJ sebelumnya menyatakan kesiapan untuk terus menaikkan suku bunga guna mencapai target inflasi 2%.
Baca Juga: Investasi Emas Semakin Populer di Jepang Gara-gara Kebijakan Tarif Trump
Namun, kekhawatiran akan perlambatan global yang dipicu kebijakan tarif AS telah membuat BOJ memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi pada rapat kebijakan 30 April–1 Mei.
Apabila dampak tarif terhadap ekspor dan investasi ternyata lebih besar dari yang diperkirakan, rencana kenaikan suku bunga pada September atau Oktober mendatang bisa tertunda.
Data ekonomi yang suram ini juga akan meningkatkan tekanan politik terhadap Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba, agar segera menggelontorkan paket stimulus fiskal baru atau mempertimbangkan pemangkasan pajak guna mendorong kembali pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, ketegangan perdagangan AS–China sempat mereda, ketidakpastian masih membayangi Jepang terkait kemungkinan mendapat pengecualian dari tarif AS dalam perundingan bilateral dengan Washington.