Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Melalui sebuah pernyataan yang disetujui ke-15 anggotanya pada Rabu (10/11), Dewan Keamanan PBB mendesak militer Myanmar untuk menahan diri dan menghentikan tindak kekerasan terhadap warga sipil.
"Para anggota Dewan Keamanan menyatakan keprihatinan yang mendalam atas meningkatnya kekerasan baru-baru ini di seluruh Myanmar. Mereka menyerukan penghentian kekerasan dengan segera dan memastikan keselamatan warga sipil," ungkap pernyataan Dewan Keamanan PBB, seperti dikutip Reuters.
Dewan Keamanan PBB juga kembali mendorong dialog dan rekonsiliasi sesuai dengan keinginan dan kepentingan rakyat Myanmar,
Mereka juga menyerukan pembukaan akses menuju bantuan kemanusiaan secara penuh, yang aman dan tanpa hambatan, ke semua orang yang membutuhkan, serta keselamatan juga keamanan bagi para personel kemanusiaan dan medis.
Pernyataan ini dirilis menyusul laporan yang menyebutkan ada pengerahan senjata berat dan pasukan di Negara Bagian Chin. Tindakan ini menunjukkan upaya militer Myanmar untuk mengusir kelompok-kelompok milisi yang menentang kekuasaan mereka.
Junta Myanmar belum memberikan komentar terkait situasi keamanan di Chin, wilayah perbatasan yang juga menjadi titik terdepan perlawanan sipil terhadap militer.
Baca Juga: Militer Myanmar diduga menangkap pekerja kemanusiaan dan memblokir persediaan makanan
Situasi keamanan memburuk
Kepala Badan Bantuan PBB Martin Griffiths pada Senin (8/11) memastikan, situasi keamanan di Myanmar semakin memburuk. Dewan Keamanan PBB langsung mengadakan pertemuan terkait laporan tersebut.
Melansir Reuters, Griffiths menyebutkan, saat ini ada lebih dari 3 juta orang di Myanmar yang membutuhkan bantuan di tengah berkembangnya konflik dan kegagalan ekonomi yang meluas.
Inggris adalah pihak yang mendesak pertemuan tertutup tersebut karena mengaku sangat prihatin dengan peningkatan aksi militer di Myanmar.
Secara khusus, Inggris juga khawatir kekejaman militer akan terlihat kembali seperti yang terjadi empat tahun lalu terhadap kaum Rohingya.
Baca Juga: PBB: Situasi keamanan Myanmar memburuk, rumah dan gereja dibakar
Dalam pernyataannya, Griffiths mengatakan, situasi di Barat Laut Myanmar saat ini sangat mengkhawatirkan.
Hal itu didorong oleh bentrokan antara militer Myanmar dan Pasukan Pertahanan Chinland di negara bagian Chin, serta militer Myanmar dan Pasukan Pertahanan Rakyat di wilayah Magway dan Sagaing.
"Lebih dari 37.000 orang, termasuk perempuan dan anak-anak, baru saja mengungsi, dan lebih dari 160 rumah telah dibakar, juga gereja dan kantor organisasi kemanusiaan," ungkap Griffiths.
Griffiths juga melaporkan serangan terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil, yang sangat dilarang berdasarkan hukum humaniter internasional.
Sebuah kelompok hak asasi manusia menduga militer Myanmar telah melakukan kejahatan perang dengan menangkap pekerja kemanusiaan hingga memblokir akses menuju bantuan makanan untuk orang-orang yang terlantar akibat konflik.
Melalui lebih dari 20 wawancara kepada orang-orang terlantar, pekerja kemanusiaan dan anggota kelompok bersenjata, Fortify Rights menemukan fakta bahwa militer Myanmar telah melakukan serangan pembakaran, menjarah properti sipil, serta menghancurkan makanan, obat-obatan dan pasokan bantuan lainnya.
Ismail Wolff, Direktur Regional Fortify Rights, juga menegaskan, memblokir bantuan dan menargetkan pekerja kemanusiaan dalam konteks konflik bersenjata adalah kejahatan perang
"Junta Myanmar adalah ancaman bagi perdamaian dan keamanan regional. PBB dan negara-negara anggota ASEAN harus segera mendukung bantuan darurat lintas batas bagi para pengungsi dan memastikan akuntabilitas atas kejahatan keji yang dilakukan junta," ungkapnya, seperti dikutip Al Jazeera.