Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
Dalam pernyataannya, Griffiths mengatakan, situasi di Barat Laut Myanmar saat ini sangat mengkhawatirkan.
Hal itu didorong oleh bentrokan antara militer Myanmar dan Pasukan Pertahanan Chinland di negara bagian Chin, serta militer Myanmar dan Pasukan Pertahanan Rakyat di wilayah Magway dan Sagaing.
"Lebih dari 37.000 orang, termasuk perempuan dan anak-anak, baru saja mengungsi, dan lebih dari 160 rumah telah dibakar, juga gereja dan kantor organisasi kemanusiaan," ungkap Griffiths.
Griffiths juga melaporkan serangan terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil, yang sangat dilarang berdasarkan hukum humaniter internasional.
Sebuah kelompok hak asasi manusia menduga militer Myanmar telah melakukan kejahatan perang dengan menangkap pekerja kemanusiaan hingga memblokir akses menuju bantuan makanan untuk orang-orang yang terlantar akibat konflik.
Melalui lebih dari 20 wawancara kepada orang-orang terlantar, pekerja kemanusiaan dan anggota kelompok bersenjata, Fortify Rights menemukan fakta bahwa militer Myanmar telah melakukan serangan pembakaran, menjarah properti sipil, serta menghancurkan makanan, obat-obatan dan pasokan bantuan lainnya.
Ismail Wolff, Direktur Regional Fortify Rights, juga menegaskan, memblokir bantuan dan menargetkan pekerja kemanusiaan dalam konteks konflik bersenjata adalah kejahatan perang
"Junta Myanmar adalah ancaman bagi perdamaian dan keamanan regional. PBB dan negara-negara anggota ASEAN harus segera mendukung bantuan darurat lintas batas bagi para pengungsi dan memastikan akuntabilitas atas kejahatan keji yang dilakukan junta," ungkapnya, seperti dikutip Al Jazeera.