Sumber: DW.com | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - DW. Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia WTO Roberto Azevedo mengatakan hari Kamis (14/5) bahwa ia akan mengundurkan diri dari jabatannya efektif mulai 31 Agustus 2020 setelah tujuh tahun memimpin badan dunia itu. Berarti ia meletakkan jabatan setahun sebelum masa jabatannya berakhir.
Diplomat karir asal Brasil berusia 62 tahun itu sudah memimpin WTO selama dua masa jabatan. Belakangan badan perdagangangan dunia ini telah berada di bawah tekanan besar, setelah AS menolak mengirimkan hakim ke WTO dan dengan demikian melumpuhkan kemampuannya untuk menyelesaikan perselisihan.
Peran WTO makin dipertanyakan
Pengunduran diri Roberto Avezedo terjadi pada masa yang sulit bagi WTO, yang bertugas menetapkan aturan-aturan internasional dalam perdagangan antar negara anggotanya. Namun perang dagang antara AS dan Cina hingga kini menyita perhatian dunia, sementara WTO tidak mampu berperan sebagai mediator.
Pada bulan Desember lalu, AS secara efektif melumpuhkan kemampuan WTO untuk menyelesaikan perselisihan dengan menghalangi penunjukan hakim pada badan arbitrasenya. Presiden AS Donald Trump secara berkala mengkritik WTO dan menyebutnya sudah "rusak" dan selama ini berlaku "tidak adil."
Meskipun ada upaya untuk mendorong kesepakatan tentang e-commerce dan pembenahan perdagangann ikan, 164 anggota WTO gagal untuk menyepakati perjanjian perdagangan utama yang sudah dinegosiasikan sejak 2015 dan dikenal sebagai "Putaran Doha".
Pemimpin baru perlu 'pengakuan internasional'
Dengan meningkatnya proteksionisme secara global, pengaruh WTO juga semakin berkurang. Negosiasi perdagangan kebanyakan dilakukan langsung secara bilateral antara dua negara atau lebih, dan bukan di bawah payung WTO yang berkedudukan di Jenewa, Swiss.
Para pengamat menilai, pemimpin yang baru perlu memelopori reformasi yang efektif agar WTO menjadi relevan lagi.
"Pemimpin WTO selanjutnya harus diakui di koridor kekuasaan para pemain utamanya," kata Simon Evenett, profesor perdagangan internasional dan pembangunan ekonomi di Universitas St. Gallen di Swiss.
"Ini bukan saatnya untuk mempromosikan duta besar yang lain. Diperlukan seseorang dengan pengalaman pemerintahan yang sangat senior atau ketokohan global." pungkasnya.