Sumber: DW.com | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - DW. Menteri Transportasi Ethiopia Dagmawit Moges mengungkapkan pada hari Minggu (17/03), berdasarkan analisis terhadap kotak hitam yang berisi flight data recorder atau data penerbangan, disimpulkan adanya indikasi bahwa kasus pesawat Ethiopian Airlines memperlihatkan "kemiripan yang jelas" dengan kecelakaan pesawat Lion Air di Indonesia.
"Ini adalah kasus yang sama dengan yang terjadi di Indonesia. Ada kesamaan yang jelas antara dua kecelakaan sejauh ini,” kata juru bicara Kementerian Transportasi Ethiopia, Muse Yiheyis seperti dikutip dari Reuters. Pasca kecelakaan, sistem keselamatan pesawat Boeing dipertanyakan sebab dua pesawat naas tersebut berjenis Boeing 787 MAX dan keduanya jatuh beberapa menit setelah lepas landas.
Kesimpulan tersebut diperoleh melalui data yang berhasil dipulihkan tim penyelidik Amerika dan Ethiopia di Prancis. Namun pejabat AS menyebutkan kepada Reuters, Badan Penerbangan Federal AS (FAA) dan Dewan Kelamatan Transportasi AS (NTSB) belum memvalidasi data tersebut. Proses verifikasi baru akan dilakukan ketika tim penyelidik Ethiopia kembali dari Prancis.
Sistem anti-stall Boeing penyebab kecelakaan?
Tim investigasi masih menganalisis temuan awal dari kecelakaan Lion Air JT 610 yang terjadi Oktober lalu di Jakarta. Besar kemungkinan ada fungsi yang bermasalah pada fitur sistem anti-stall yang dikenal dengan sebutan MCAS (Manuevering Characteristics Augmentation System).
Perusahaan Boeing hari Minggu (17/03) menyebutkan mereka bersiap untuk merilis perangkat lunak yang akan menyempurnakan sistem tersebut.
"Sementara para penyelidik terus berkerja untuk mencari penyebab yang pasti, Boeing sedang menyelesaikan pengembangan perangkat lunak seperti yang disampaikan sebelumnya dan memperbaruhi pelatihan pilot yang akan menangani aturan yang mengontrol perilaku penerbangan MCAS dalam menanggapi data input sensor yang salah," ungkap Presiden dan CEO Boeing, Dennnis Muilenburg.
Boeing mengembangkan sistem anti-stall karena letak posisi mesin pesawat yang terlalu ke depan sehingga perangkat lunak tersebut dapat difungsikan untuk menghindari kegagalan dengan mengukur kecepatan dan angle of attack pesawat.
Sertifikasi bermasalah
Penyelidikan masih akan memakan waktu berbulan-bulan, namun tekanan besar kini menyasar FAA terkait proses sertifikasi. Sejumlah pengamat mempertanyakan mengapa FAA tetap memberikan lampu hijau terhadap sistem MCAS ketika sebelumnya banyak pilot AS yang secara serius telah mempersoalkan sistem tersebut.
FAA membantah dan menegaskan telah mengikuti standar prosedur. "Sertifikasi 737 MAX mengikuti standar proses sertifikasi FAA,” ungkapnya secara tertulis kepada AFP.
FAA kini berada di bawah "penyelidikan tidak biasa" kementerian transportasi AS terkait masalah ini, khususnya kantor FAA di Seattle. Pesawat Boeing dibangun di dekat Seattle, AS. Harian The Seattle Times mengungkap bahwa FAA telah mendelegasikan sebagian dari proses sertifikasi untuk pesawat – termasuk MCAS – kepada para insiyur Boeing.
Analisis keselamatan yang asli yang diberikan Boeing kepada FAA berisi "beberapa kelemahan penting," tulis surat kabar tersebut, seraya menambahkan bahwa proses tersebut dilakukan secara tergesa-gesa sebab Boeing sedang mengejar ketertinggalan akibat persaingan binis dengan kompetitornya, Airbus yang baru meluncurkan jenis A 320 Neo. Model tersebut laku keras untuk pasar penerbangan jarak dekat. Laporan yang dimaksud dikeluarkan 11 hari sebelum kecelakaan Ethiopian Airlines, tulis surat kabar tersebut lebih lanjut.