Sumber: Reuters | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Federal Reserve Amerika Serikat (The Fed), Rabu (19/6) waktu setempat pada dua hari rapat kebijakan diharap akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan bank sentral AS (Fed Fund Rate/FFR). Namun, pasar tengah menantikan keputusan tersebut lantaran investor dan Presiden AS Donald Trump tengah menuntut The Fed untuk memangkas suku bunga.
Merujuk Reuters, Bank sentral AS kemungkinan akan mengacu pada angka pekerjaan baru-baru ini yang lebih lemah dari perkiraan. Serta inflasi yang di bawah proyeksi. Hal ini semakin menambah terbukanya ruang penurunan FFR di masa mendatang.
Namun, kekhawatiran timbul setelah Chairman Jerome Powell dalam konferensi persnya bahwa pihaknya akan memperhatikan permintaan investor dan presiden AS. Ini memberikan sinyal abu-abu terkait keputusan kebijakan suku bunga.
"Jika mereka tidak memangkas suku bunga di bulan Juni ini, penurunan akan terbuka pada bulan Juli," kata Mark Stoeckle, CEO Adam Funds. Menurutnya, pemangku kebijakan Fed tidak ingin membuat lembaganya terikat pada pasar atau presiden.
Kebijakan Fed juga berkaitan erat dengan isu politik di AS, yaitu terkait upaya-upaya Donald Trump pada awal tahun yang berniat menghapus Powell sebagai ketua bank sentral.
Walau secara hukum, Powell merupakan kepala agen independen, tetap saja hal ini menjadi pengingat bagi pemangku kebijakan bahwa Trump sedang bergerak untuk mengupayakan pemilihannya kembali pada Pemilu AS 2020. Trump tetap meyakini kalau Fed menghambat kinerja ekonomi AS yang terbukti penting bagi peluangnya untuk meraih masa jabatan dua periode.
Trump memang sedang gencar melakukan kebijakan untuk memenangkan perang dagang di beberapa bidang. Hal ini membuat beberapa ekspektasi pertumbuhan ekonomi AS bakal susut tahun ini. Ia pun mengincar bank sentral secara global untuk melampiaskan kemarahannya.
Salah satunya, pada Selasa (18/6) Trump mengecam Presiden bank sentral Eropa Mario Draghi karena meningkatkan kemungkinan stimulus baru untuk mendukung pertumbuhan Eropa yang lemah. Trump memandang hal itu akan membuat Euro melemah dan dolar menguat, yang secara lambat laut membuat ekspor AS lebih tinggi. "Sangat tidak adil bagi Amerika Serikat," kata Trump di Twitter.