Reporter: Ferrika Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Perusahaan e-commerce jumbo di China yakni Grup Holding Alibaba memberi petunjuk melambatnya pertumbuhan ekonomi di negeri tirai bambu tersebut. Sebab, perusahaan tersebut memprediksi pertumbuhan pendapatan hanya akan naik 44%. Persentase tersebut merupakan yang terendah sejak periode 2016 silam.
Hal tersebut juga menandakan pelemahan tingkat daya beli atau konsumsi masyarakat di China. Perusahaan yang didirikan oleh milioner Jack Ma ini memang menjadi acuan selama dekade terakhir, Alibaba telah menciptakan arena belanja online di China yang nilainya menembus US$ 1 triliun. Menjadikan perusahaan tersebut sebagai platform belanja daring terbesar di dunia.
Namun, ekonomi di China yang tengah memanas membuat para investor mulai ragu. Hal ini misalnya ditunjukan dari menurunnya pembelian mesin cuci di Alibaba atau telepon pintar (smartphone) yang membuat para pedagang menarik kembali produknya. Hal ini muncul setelah Alibaba Single's Day Extravaganza alias promo hari jomblo yang dilangsungkan pada 11 November 2018 lalu tak memberikan hasil yang optimal.
Pasalnya, kala itu pertumbuhan penjualan hanya meningkat sebanyak 27%, jauh lebih rendah dari periode tahun 2017 yang sempat mencapai 39%.
"Sektor internet di China saat ini sedang mengalami tahun terburuknya yaitu di tahun 2018, menjadikan kinerja terburuk di pasar untuk pertama kalinya," ujarnya Elinor Leung, analis di CLSA dalam laporannya yang dikutip Bloomberg, Rabu (30/1).
Ia menambahkan, tahun lalu menjadikan bisnis sektor internet paling mengecewakan yang diikuti dengan penurunan pendapatan terbesar.
Hal ditunjukan dari harga pasar Alibaba yang merosot sekitar US$ 120 miliar dari nilai pasar hingga Jumat lalu sejak tensi antara China dan Amerika Serikat (AS) yang memanas. Kejadian ini membuat para investor ketakutan untuk masuk ke sektor garis depan seperti teknologi.
Namun, hal itu justru membuat para pelaku pasar untuk terus mendorong kinerja kembali dengan memperbaiki layanan, melakukan investasi. Banyak pula platform online yang bergerak di bidang hiburan mulai bermunculan, memberikan calon pesaing baru bagi Tencent Holdings Ltd yang saat ini merajai pasar.
SuperSymmetry, sebuah konsultan yang berbasis di Beijing dalam risetnya pun ikut memberi fakta menarik. Antara lain, pihaknya menyebut harga barang yang dijual di platform Alibaba tumbuh sebesar 25,6% pada kuartal IV-2018 lalu, naik dari 20,5% pada tiga bulan sebelumnya.
Perusahaan yang juga membidangi bisnis modal ventura tersebut juga mengatakan ke depan kenaikan penjualan bakal terjadi. Terutama dari produk bahan pokok dan kebutuhan sehari-hari yang mungkin saja bisa memacu bisnis.
Di sisi lain, Alibaba juga sudah melakukan upaya serius untuk menggenjot kinerja. Salah satunya dengan menyasar pasar di Asia Tenggara sambil memulai eksperimen di media sosial, yang keduanya merupakan sumber potensial pertumbuhan. Salah satunya lewat dorongan ekspansi platform rekomendasi atau iklan ritel yaitu Taobao.
"Pertumbuhan pendapatan bisa mengejutkan, jika mulai menghasilkan uang bisnis tersebut pada 2019. Margin akan terus berkontraksi di tahun ini tetepi penurunannya akan moderat," tulis Leung.