Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Ekonomi Jepang mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam setahun pada kuartal I-2025, dengan laju penurunan yang melebihi ekspektasi pasar.
Hal ini memperkuat sinyal rapuhnya pemulihan ekonomi Negeri Sakura di tengah kekhawatiran atas kebijakan tarif tinggi yang ditempuh Presiden AS Donald Trump.
Baca Juga: Kapan Kiamat Terjadi? Peneliti Jepang Prediksi Tahunnya
Produk domestik bruto (PDB) riil Jepang tercatat menyusut 0,7% secara tahunan (annualized) pada periode Januari–Maret 2025, jauh di bawah konsensus pasar yang memperkirakan penurunan 0,2%, menurut data awal pemerintah yang dirilis Jumat (16/5).
Sebelumnya, ekonomi Jepang tumbuh 2,4% pada kuartal IV-2024 setelah revisi.
Secara kuartalan (quarter-on-quarter), ekonomi Jepang turun 0,2%, lebih dalam dari proyeksi pasar sebesar -0,1%.
Penurunan ini didorong oleh stagnasi konsumsi rumah tangga serta penurunan ekspor, yang menunjukkan bahwa permintaan global mulai melemah bahkan sebelum Trump mengumumkan tarif "resiprokal" besar-besaran terhadap berbagai mitra dagang utama pada 2 April lalu.
Baca Juga: Mobil Jepang Hengkang dari AS, Robert Kiyosaki: Ya Ampun, Kencangkan Sabuk Pengaman
Sektor Ekspor Tertekan, Konsumsi Lesu
Konsumsi rumah tangga yang menyumbang lebih dari separuh PDB Jepang tercatat stagnan, berbanding terbalik dengan proyeksi pasar yang mengharapkan pertumbuhan tipis 0,1%.
Ekspor turun 0,6%, sementara impor naik 2,9%, sehingga permintaan eksternal mengurangi 0,8 poin persentase terhadap pertumbuhan.
Sementara itu, belanja modal (capital expenditure) tumbuh 1,4%, melampaui estimasi 0,8%, dan permintaan domestik memberikan kontribusi positif sebesar 0,7 poin.
Kondisi ini menjadi pukulan berat bagi sektor otomotif Jepang yang sangat bergantung pada pasar ekspor, terutama ketika pembicaraan dagang bilateral dengan AS belum memberikan kepastian apakah Jepang akan dikecualikan dari kebijakan tarif tinggi Trump.
Baca Juga: Malaysia Kenakan Bea Anti-Dumping Baja Lapis Timah dari China, India, Jepang, Korsel
Dilema Bank Sentral Jepang
Bank of Japan (BOJ) kini berada dalam posisi sulit.
Setelah mengakhiri program stimulus jangka panjang dan menaikkan suku bunga menjadi 0,5% pada Januari, BOJ sempat menyatakan kesiapan untuk terus menaikkan suku bunga jika pemulihan ekonomi berjalan sesuai harapan dan target inflasi 2% tercapai.
Namun, kekhawatiran akan perlambatan global akibat proteksionisme AS membuat BOJ memangkas proyeksi pertumbuhan dalam pertemuan kebijakan 30 April–1 Mei.
Bank sentral juga mulai meragukan prospek kenaikan upah yang berkelanjutan, yang sebelumnya diprediksi menjadi motor konsumsi dan pemulihan ekonomi.
Baca Juga: Investasi Emas Semakin Populer di Jepang Gara-gara Kebijakan Tarif Trump
Tekanan Politik Meningkat
Data pertumbuhan yang mengecewakan ini dapat meningkatkan tekanan politik terhadap pemerintahan Perdana Menteri Shigeru Ishiba.
Para legislator dari partai berkuasa dikabarkan mulai mendorong Ishiba untuk mempertimbangkan pemangkasan pajak atau menyusun paket stimulus baru guna menopang pertumbuhan.
Di tengah ketidakpastian global dan risiko tarif AS, Jepang menghadapi tantangan besar untuk menjaga momentum pemulihan sambil menavigasi kebijakan moneter dan fiskal yang semakin kompleks.