kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekspor Aluminium China Melambung Akibat Perang Ukraina


Selasa, 10 Mei 2022 / 13:33 WIB
Ekspor Aluminium China Melambung Akibat Perang Ukraina
ILUSTRASI. Gulungan aluminium di sebuah gudang di dalam kawasan industri di Binzhou, Provinsi Shandong, China.


Sumber: Nikkei | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Perang Ukraina sukses menjadikan China sebagai eksportir aluminium terbesar di dunia. China dengan lancar memasok aluminium ke Eropa dengan harga yang lebih tinggi.

Dilansir dari Nikkei, China mengekspor 26.378 ton aluminium pada Februari lalu. Jumlah itu naik 500% dibanding Januari menurut data bea cukai negeri tembok raksasa.

Di bulan yang sama, nilai impor aluminium China turun 53% menjadi 18.343 ton. Ini pertama kalinya jumlah ekspor melampaui impor sejak November 2019.

Impor aluminium China pada periode Januari-Februari tahun ini turun 77%, sementara ekspor melonjak dari level yang sangat rendah pada  2021.

Capaian ini sangat kontras dengan dua tahun sebelumnya, di mana China mengimpor aluminium dalam jumlah besar.

Baca Juga: Saham-saham Asia Rontok , Terdampak Kekhawatiran Kenaikan Suku Bunga

Pada 2020, Presiden China Xi Jinping mencanangkan tujuan nasional untuk mencapai emisi karbon nol bersih pada tahun 2060. Program ini mendorong pergeseran besar dalam produksi industri penghasil emisi besar seperti aluminium.

Kondisi ini menyebabkan produksi aluminium dalam negeri China berkurang secara signifikan dan membuat impor aluminium meningkat tajam.

Menariknya, kondisi berubah drastis awal tahun ini ketika invasi Rusia ke Ukraina. Harga gas alam dan energi lainnya yang meroket mendorong produsen aluminium Eropa terpaksa mengurangi produksi logam karena harga tenaga listrik naik. Praktis, persediaan aluminium berkurang.

Nikkei mencatat, harga aluminium sempat melonjak di Bursa Logam London. Dalam kontrak tiga bulanan harganya mencapai rekor US$ 4.000 per ton pada awal Maret.

Sekarang, aluminium rata-rata diperdagangkan di kisaran US$ 3.300, masih 40% lebih tinggi dari tahun lalu.

Baca Juga: Harga Minyak Jatuh Lebih 1% di Tengah Kekhawatiran Ekonomi Global

Aluminium China diperdagangkan dalam kisaran 21.000 yuan, sekitar US$ 3.150, di Bursa Berjangka Shanghai. Setelah harga China dikonversi ke dollar dan pajak dikurangi, perbedaannya sekitar US$ 300 per ton dibanding harga Eropa.

China, yang tidak ikut memberi sanksi ekonomi terhadap Rusia, bisa memiliki akses yang lebih mudah ke sumber energi yang lebih murah sehingga biaya produksi industri bisa lebih rendah. Kondisi ini dimanfaatkan China untuk memaksimalkan penjualan aluminium.

Kondisi ini dilirik banyak pedagang untuk membeli aluminium dari China dengan harga murah untuk kemudian dijual kembali dengan harga lebih tinggi ke Eropa atau AS. Membuat produsen China kebanjiran pesanan.




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×