Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Pertumbuhan ekspor China melonjak di bulan Maret, jauh melampaui perkiraan, didorong oleh lonjakan pengiriman sebelum tarif baru dari Amerika Serikat (AS) mulai diberlakukan.
Namun, eskalasi perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia itu tetap membayangi prospek pertumbuhan Negeri Tirai Bambu.
Ekspor China naik 12,4% secara tahunan pada Maret, jauh di atas ekspektasi pasar sebesar 4,4% dalam jajak pendapat Reuters. Sebelumnya pada Januari-Februari, ekspor hanya tumbuh 2,3%.
Baca Juga: Donald Trump: Kami Ingin Membuat Chip dan Semikonduktor di Negara Kita Sendiri
Sebaliknya, impor justru turun 4,3%, lebih buruk dari proyeksi penurunan 2,0% oleh para ekonom, namun lebih baik dari kontraksi tajam 8,4% pada awal tahun.
Gejolak dagang mengguncang pasar keuangan bulan ini setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan lonjakan tarif untuk sejumlah negara pada 2 April.
Meskipun Trump sempat menangguhkan kenaikan bea untuk sekitar selusin negara, ia tetap menaikkan tarif secara signifikan terhadap China—yang dibalas Beijing dengan nada sinis menyebut langkah tersebut sebagai "lelucon".
Washington telah menaikkan tarif atas produk China hingga 145%, sementara Beijing membalas dengan tarif balasan sebesar 125% terhadap produk AS.
Di tengah tekanan ekonomi domestik, ekspor menjadi satu-satunya titik terang bagi China yang kesulitan bangkit secara solid pasca-pandemi COVID-19.
Krisis properti yang berlarut-larut dan tekanan deflasi menambah beban kepercayaan pelaku ekonomi.
Baca Juga: Donald Trump akan Umumkan Tarif Impor Semikonduktor Pekan Depan
Pemerintah China bertekad melawan tarif AS dan melindungi perekonomian dari "guncangan eksternal", dengan ekspektasi pasar bahwa Beijing akan menggulirkan stimulus fiskal dan moneter tambahan dalam beberapa bulan mendatang guna menopang pertumbuhan.
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperingatkan bahwa perang dagang antara AS dan China berisiko memangkas arus perdagangan antara keduanya hingga 80%, serta berpotensi menghambat pertumbuhan global secara signifikan.
Dalam laporan terbaru, Goldman Sachs memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi China tahun 2025 dari 4,5% menjadi 4%, sementara Citi menurunkan estimasinya menjadi 4,2% dari 4,7%.
Kedua proyeksi itu jauh di bawah target resmi pemerintah China yang menetapkan pertumbuhan "sekitar 5%".
Lonjakan ekspor menjelang pemberlakuan tarif juga terlihat di negara lain. Ekspor Jerman naik lebih dari perkiraan pada Februari, dengan pengiriman ke AS naik 8,5% secara bulanan.
Baca Juga: Trump Ancam Investigasi Keamanan Nasional atas Chip China, Isyaratkan Tarif Baru
Begitu pula ekspor Korea Selatan, meskipun ekspornya ke China turun 4,1% pada Maret, yang mencerminkan pelemahan permintaan domestik China.
Neraca dagang China pada Maret tercatat surplus sebesar $102,64 miliar, sedikit lebih rendah dari angka Desember sebesar $104,8 miliar.
Namun, surplus ini tetap mendekati level yang dicatatkan tahun lalu, dan kemungkinan besar akan tetap menjadi sorotan Trump mengingat pengurangan defisit perdagangan merupakan prioritas utamanya.