Sumber: BBC | Editor: Asnil Amri
BEIJING. Angka perdagangan China melorot tajam baik impor maupun ekspor yang terjadi di bulan Juni. Hal ini dinilai sebagai indikasi perlambatan dari ekonomi China, sebagai ekonomi terbesar kedua dunia. China mengalami perlambatan lebih lambat dibanding ramalan sebelumnya.
Juru bicara Bea Cukai China mengatakan, angka ekspor turun lebih dari 3%, satu indikasi perdagangan luar negeri China menghadapi tantangan berat akibat berlanjutnya angka permintaan luar negeri yang terus melambat.
Sementara itu, angka impor turun 0,7%, juga di bawah proyeksi sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi China melambat tahun ini dan diperkirakan tak akan mampu dipercepat karena lesunya permintaan pasar global, serta akibat kebijakan bank Sentral China yang ingin meredam kredit yang melejit.
Harga turun
''Sektor ekspor memang terkena pukulan berat. Ini menunjukkan pertumbuhan China lebih rendah dari yang sebelumnya kita ramalkan,'' kata ahli ekonomi Societe General, Wei Yao seperti ditulis kantor berita AP.
Namun angka pertumbuhan yang lebih rendah, menurut pemerintah negara komunis itu sengaja diciptakan agar ekonomi China lebih mantap, benar-benar berdasar pada tingkat konsumsi setempat. Hal itu dilakukan guna mengurangi tingginya ketergantungan terhadap perdagangan dan investasi.
Tetapi menurut analis, dengan angka pertumbuhan yang turun tajam, kemungkinan pemerintah China terpaksa mengubah lagi kebijakan dan justru mendorong pinjaman agar pertumbuhan tetap naik.
Faktor lain yang dianggap menghambat pertumbuhan adalah naiknya upah buruh, serta seringnya terjadi sengketa dagang. Pertumbuhan ekonomi China yang menurun bisa menimbulkan pukulan serupa terhadap para pemasok bahan baku dan komponen dari Australia, Brazil serta negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Permintaan China yang akan turun itu adalah; biji besi, tembaga dan komoditas tambang lainnya yang telah mendorong turunnya harga komoditas tersebut secara global.