Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - MANILA. Kepala militer Filipina pada hari Selasa (9/2) menyampaikan bahwa Filipina akan meningkatkan kehadiran angkatan lautnya di Laut China Selatan untuk melindungi para nelayannya.
Langkah ini diambil sebagai respons atas undang-undang baru China yang mengizinkan pasukan penjaga pantainya untuk menembaki kapal asing di perairan yang dianggap sebagai wilayahnya.
"Kami akan meningkatkan visibilitas kami melalui penyebaran lebih banyak aset angkatan laut, tetapi saya hanya ingin menjelaskan bahwa kehadiran angkatan laut kami tidak untuk berperang melawan China, melainkan untuk menjaga keamanan warga kami," ungkap Letnan Jenderal Cirilito Sobejana dalam briefing media seperti dikutip Reuters.
Baca Juga: USS Gerald R. Ford, kapal induk terbaru AS seharga Rp 180 triliun siap bertugas
Sobejana menilai bahwa keputusan China yang mengizinkan kapal penjaga pantainya untuk menembaki kapal asing sangat mengkhawatirkan dan bisa mengusik kedamaian kawasan.
"Itu adalah keputusan yang sangat tidak bertanggung jawab karena warga kami tidak datang ke kawasan tersebut untuk berperang, melainkan untuk mencari nafkah," lanjut sang jenderal.
Perairan Laut China Selatan saat ini mungkin telah menjadi perairan paling "panas" di dunia. China yang mengklaim sekitar 90% wilayah tersebut membuat banyak negara di sekitarnya geram, termasuk Filipina.
Angkatan Laut China seringkali mengirimkan armada penjaga pantainya ke seluruh jalur air yang penting secara strategis.
Baca Juga: Dekati Paracel di Laut China Selatan, militer China beri peringatan kapal perang AS
Di sisi lain, Filipina jelas memiliki kemampuan angkatan laut yang sangat terbatas jika dibandingkan dengan China. Demi memperkuat kemampuan militernya di kawasan Laut China Selatan, Filipina kini semakin dekat dengan AS untuk menjalin kerja sama.
Perwakilan Filipina dan AS dijadwalkan akan bertemu bulan ini untuk menyelesaikan perbedaan atas Perjanjian Pasukan Kunjungan (VFA).
Filipina pada November tahun lalu menangguhkan keputusannya menghentikan VFA yang telah berlangsung selama dua dekade untuk kedua kalinya, agar bisa bekerjasama dengan AS dalam pakta pertahanan bersama jangka panjang.
Secara umum, VFA memberikan kerangka hukum bagi pasukan AS bisa beroperasi secara bergilir di Filipina. Para ahli mengatakan, tanpa itu, perjanjian pertahanan bilateral yang lain, termasuk Perjanjian Pertahanan Bersama (MDT), tidak dapat terlaksana.
Bulan lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menekankan pentingnya MDT dan penerapannya yang jelas jika Filipina mendapat serangan di Laut China Selatan.