Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Lembaga pemeringkat Fitch memutuskan untuk mempertahankan peringkat utang jangka panjang dalam mata uang asing (long-term foreign-currency issuer default rating) India di level 'BBB-'.
Dengan alasan prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat serta ketahanan eksternal negara tersebut.
“Prospek ekonomi India tetap kuat dibandingkan negara peers, meskipun momentum pertumbuhan telah melambat dalam dua tahun terakhir,” ungkap Fitch dalam pernyataannya pada Senin (25/8/2025).
Baca Juga: India Khawatir Mega-Bendungan China di Tibet Kurangi Aliran Sungai Hingga 85%
Fitch memperkirakan produk domestik bruto (PDB) India tumbuh 6,5% pada tahun fiskal yang berakhir Maret 2026 (FY26), sama dengan proyeksi untuk FY25, dan jauh di atas median negara dengan peringkat 'BBB' sebesar 2,5%.
Keputusan ini datang hanya beberapa hari setelah S&P Global Ratings menaikkan peringkat kredit India untuk pertama kalinya dalam 18 tahun, juga beralasan pada kekuatan pertumbuhan ekonomi.
Sekretaris Urusan Ekonomi India Anuradha Thakur sebelumnya menyebut bahwa ia berharap lembaga pemeringkat lain akan mengikuti langkah S&P dengan mempertimbangkan faktor-faktor fundamental ekonomi yang menopang India.
Menurut Fitch, permintaan domestik akan tetap solid berkat dorongan belanja modal pemerintah yang berkelanjutan serta konsumsi rumah tangga yang stabil.
Namun, Fitch mengingatkan bahwa investasi swasta berpotensi moderat akibat risiko tarif dari Amerika Serikat.
Presiden AS Donald Trump telah mengancam melipatgandakan tarif impor produk India menjadi 50% mulai 27 Agustus, dengan sasaran utama impor minyak India dari Rusia.
Baca Juga: India Sebut Negosiasi Perdagangan dengan AS Masih Berlangsung
Tarif ini akan menjadi salah satu yang tertinggi yang pernah diterapkan Washington terhadap mitra dagangnya.
“Tarif AS menjadi risiko penurunan moderat terhadap proyeksi kami,” ujar Fitch, seraya menambahkan bahwa tarif tinggi berpotensi mengurangi peluang India untuk memanfaatkan pergeseran rantai pasok dari China apabila tidak ada negosiasi penurunan tarif.
Fitch juga menekankan bahwa reformasi pajak barang dan jasa (GST) yang dijanjikan Perdana Menteri Narendra Modi awal bulan ini, bila diadopsi, dapat mendukung konsumsi dan menutupi sebagian risiko terhadap pertumbuhan.