kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Google didenda Rp 24 triliun karena persaingan tidak sehat


Sabtu, 23 Maret 2019 / 15:10 WIB
Google didenda Rp 24 triliun karena persaingan tidak sehat


Sumber: Kompas.com | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Google kembali didenda di Benua Biru. Regulator Anti Monopoli Uni Eropa menjatuhkan sanksi kepada Google Inc sebesar 1,49 miliar Euro (sekitar Rp 24 triliun), karena mempersulit iklan dari pihak pesaing. Ini merupakan sanksi ketiga bagi Google di Eropa selama dua tahun terakhir.

Dalam kasus denda terbaru, Google dituding menyalahgunakan dominasinya di ranah search untuk mempersulit tampilan iklan dari pesaing sejak 2006 hingga 2016.

"Google telah memantapkan posisinya di ranah iklan pencarian online dan melindungi diri sendiri dari tekanan pesaing dengan menerapkan pembatasan kontrak yang bersifat anti-kompetitif bagi rekanan situs pihak ketiga," ujar Komisioner Komisi Eropa Margrethe Vestager.

Kata dia, hal itu merupakan tindakan ilegal di bawah regulasi anti-trust Uni Eropa. Sebagian situs web menyediakan kolom search untuk mencari konten. Ketika pengunjung menggunakan kolom tersebut, situs akan menampilkan hasil pencarian, berikut iklan lewat Google AdSense.

Inilah yang menjadi pokok masalah. Pada 2006, Google mulai memasukkan klausa "perjanjian eksklusif" dengan para publisher yang mencegah tampilnya iklan dari pesaing Google, macam Microsoft dan Yahoo.

Kemudian, pada 2009, Google mengganti klausa "perjanjian eksklusif" dengan "penempatan premium". Artinya, publisher situs mesti mengalokasikan ruang-ruang dengan posisi terbaik untuk iklan dari Google, Publisher situs juga harus memesan iklan Google dengan jumlah minimal dan diwajibkan meminta izin tertulis dari Google apabila ingin mengubah tampilan iklan dari pesaing.

Google pun disebut bisa "mengendalikan seberapa menarik iklan pesaing, dan seberapa banyak di-klik". "Pesaing Google tidak bisa tumbuh dan bekompetisi. Hasilnya, pemilik website hanya punya sedikit pilihan untuk menjual ruang iklan di situsnya dan terpaksa bergantung pada Google," sebut Vestager, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari BBC, Sabtu (23/3).

Wakil Presiden Senior Google untuk urusan global, Kent Walker mengatakan pihaknya sepakat bahwa pasar yang sehat dan berkembang menjadi kepentingan semua orang. Dengan kata lain, secara harfiah, Google tidak membantah tuduhan dari Komisi Eropa ini.

Walker mengatakan bahwa Google telah membuat beberapa perubahan terhadap produk-produknya untuk menyesuaikan dengan regulasi perusahaan di Erop. “Selama beberapa bulan ke depan, kami akan membuat pembaruan lebih lanjut untuk memberikan kejelasan kepada para kompetitor di Eropa,” jelas Kent.

Tahun lalu, Uni Eropa pernah menjatuhkan denda sebesar 4,34 miliar euro (Rp 69,8 triliun) kepada Google karena diduga "memaksa" vendor ponsel untuk menggunakan sistem operasi Android sebagai cara memblokir pasar sistem operasi pesaing.

Sebelumnya, pada tahun 2017, Google juga didenda 2,42 miliar euro (Rp 38,9 triliun) dengan tuduhan menghambat situs-situs belanja kompetitor.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Persulit Iklan dari Pesaing, Google Didenda Rp 24 Triliun di Eropa"

Penulis : Bill Clinten



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×