Sumber: NHK | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
Dokter Hangai Mayumi, yang melakukan survei tersebut, mengatakan anak-anak berada di bawah tekanan baru dalam fase "new normal" karena mulai banyak sekolah yang dibuka kembali.
Mayumi mengatakan bahwa diskriminasi bisa menjadi senjata anak-anak untuk melindungi diri dari ancaman virus, hal ini justru akan menimbulkan masalah sosial baru.
Dia menyarankan kepada para orang tua untuk lebih memperhatikan pandangan anak-anak mereka terhadap para pasien yang telah sembuh dan mendorong untuk memberikan pemahaman yang rasional.
NHK melaporkan jika sudah ada beberapa kasus perundungan kepada para pasien yang telah sembuh. Sebanyak delapan kasus telah terjadi di Prefektur Niigata. Ironisnya, sebagian besar korban adalah anak-anak yang orang tuanya adalah pekerja medis. Beberapa anak yang mengalami perundungan mengaku dipanggil dengan sebutan "corona".
Baca Juga: Fakta menarik, separuh warga Jepang justru merasa lebih sehat sejak pandemi
Di Prefektur Nara, beberapa siswa ditolak masuk ke program pelatihan lisensi guru karena berasal dari universitas yang menjadi cluster virus. Laporan lain yang diterima NHK datang dari Prefektur Saitama. Di sana ada seorang ibu yang mengeluh karena anaknya terkadang tidak mau pergi ke sekolah karena takut dengan virus corona.
Sejak sekolah kembali dibuka bulan Juli lalu, anaknya selalu merasa stress, ketakutan, dan kerap menangis saat diminta untuk kembali bersekolah. Pemerintah Jepang melalui Kementerian Pendidikan dengan cepat merespons masalah sosial baru ini. Pada tanggal 25 Agustus lalu mereka merilis anjuran nasional yangbertujuan untuk mengatasi beberapa masalah pelecehan dan diskriminasi yang muncul di sekolah.
Beberapa isinya meliputi dorongan kepada para siswa untuk berbelas kasih terdahap mereka yang telah terinfeksi. Pemerintah juga meminta para guru untuk menjelaskan dengan jelas mengenai segala hal tentang virus corona.