Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - HOUSTON. Harga minyak ditutup melonjak 3% di awal pekan ini karena pemangkasan produksi di Libya menambah kekhawatiran pasokan yang berasal dari laporan meningkatnya konflik di Timur Tengah.
Senin (26/8), harga minyak mentah berjangka Brent untuk kontrak pengiriman Oktober 2024 ditutup menguat US$ 2,41 atau 3,05% ke US$ 81,43 per barel.
Sejalan, harga minyak mentah mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Oktober 2024 ditutup menguat US$ 2,59 atau 3,5% ke US$ 77,42 per barel.
Kedua patokan tersebut telah naik lebih dari 2% pada hari Jumat (23/8).
"Pembelian jangka pendek tampaknya dapat dibenarkan," kata Dennis Kissler, wakil presiden senior perdagangan di BOK Financial, dengan menyebutkan ketegangan di Timur Tengah, penghentian produksi di Libya, dan persediaan minyak yang lemah di Cushing, Oklahoma, pusat penyimpanan utama Amerika Serikat (AS).
Pemerintah Libya yang berpusat di wilayah timur mengumumkan penutupan semua ladang minyak pada hari Senin, menghentikan produksi dan ekspor.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Melonjak 3% Akibat Penghentian Produksi di Libya
National Oil Corp, yang mengendalikan sumber daya minyak negara itu, tidak memberikan konfirmasi.
Namun, anak perusahaan NOC Waha Oil Company mengatakan pihaknya berencana untuk secara bertahap mengurangi produksi dan memperingatkan tentang penghentian total produksi Libya, dengan menyebutkan "protes dan tekanan" yang tidak disebutkan.
Sirte Oil Company Libya, anak perusahaan NOC lainnya, mengatakan akan memulai pengurangan sebagian produksi.
Produksi minyak Libya sekitar 1,18 juta barel per hari pada bulan Juli, menurut OPEC, dengan mengutip sumber-sumber sekunder.
"Risiko terbesar bagi pasar minyak kemungkinan adalah penurunan lebih lanjut dalam produksi minyak Libya akibat ketegangan politik di negara itu, dengan risiko bahwa produksi dapat turun dari level saat ini sebesar 1 juta barel per hari menjadi nol," kata analis Giovanni Staunovo dari bank Swiss UBS.
Serangan rudal yang telah lama ditunggu-tunggu oleh gerakan Hizbullah yang didukung Iran tampaknya sebagian besar telah digagalkan oleh serangan pendahuluan Israel di Lebanon selatan.
Namun, AS terus menilai bahwa ancaman serangan terhadap Israel oleh Iran dan kelompok proksinya masih ada, kata Pentagon pada hari Senin.
Tidak ada kesepakatan pada hari Minggu dalam perundingan gencatan senjata Gaza yang berlangsung di Kairo, dengan Hamas maupun Israel tidak menyetujui beberapa kompromi yang diajukan oleh mediator, kata dua sumber keamanan Mesir
Sebuah kapal tanker minyak telah terbakar di Laut Merah sejak 23 Agustus setelah serangan oleh Houthi Yaman, misi angkatan laut Laut Merah Uni Eropa Aspides mengatakan dalam sebuah posting di X.
Sementara itu, persediaan minyak mentah di Cushing, titik harga untuk minyak mentah berjangka AS, telah turun ke posisi terendah dalam enam bulan.
Persediaan minyak mentah AS diperkirakan telah turun sekitar 3 juta barel minggu lalu, menurut jajak pendapat Reuters.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik 2% Senin (26/8), Brent ke US$80,66 dan WTI ke US$76,38
Investor tetap berhati-hati atas tindakan OPEC dan sekutunya, atau OPEC+, yang memiliki rencana untuk meningkatkan produksi akhir tahun ini, kata Priyanka Sachdeva, analis pasar senior di Phillip Nova.
"Sebagian besar peramal minyak memperkirakan pertumbuhan permintaan minyak tahun 2025 akan berkisar sekitar 1 juta barel per hari. Jika Libya kembali dilanda perang saudara, neraca tahun 2025 bisa terlihat sangat mirip dengan tahun ini meskipun produksi Arab Saudi dan Rusia lebih banyak," Viktor Katona, analis minyak mentah utama di Kpler, menambahkan.
Di sisi permintaan, tanda-tanda pertumbuhan yang lesu dan munculnya risiko terhadap pasar kerja membayangi pertemuan para pembuat kebijakan global di konferensi tahunan Jackson Hole Federal Reserve AS, yang menyoroti perubahan arah kebijakan moneter karena bank sentral AS dan Eropa mempertimbangkan pemotongan suku bunga.
Namun, Presiden Fed San Francisco Mary Daly pada hari Senin mengatakan sulit membayangkan apa pun dapat menggagalkan pemotongan suku bunga September dari kisaran saat ini 5,25%-5,50%.