Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
PERTH. Sepertinya, sangat sulit menerka arah pergerakan harga minyak dunia. Setelah sempat turun ke level US$ 90 per barel pada minggu lalu, kini harga minyak kembali merangsek naik. Hari ini, minyak diperdagangkan pada posisi US$ 105 per barel. Kenaikan ini didorong adanya harapan dari para pelaku pasar bahwa rencana penyelamatan institusi keuangan AS senilai US$ 700 miliar akan kembali menstabilkan sistem finansial Negeri Uwak Sam itu dan meningkatkan permintaan energi global.
Memang, adanya tindakan cepat Pemerintah AS untuk memperbaiki kondisi finansial pada Jumat (19/9) memberikan rasa lega kepada para pelaku pasar. Pada waktu itu, minyak mengalami kenaikan hampir 7%.
Catatan saja, harga kontrak minyak mentah untuk pengantaran Oktober naik US$ 0,60 menjadi US$ 105,15 ser barel. Angka tersebut mengalami rebound setelah sebelumnya mengalami penurunan sebesar US$ 1,20. Sementara, harga kontrak London Brent Crude juga ikut naik sebesar US$ 1,03 menjadi US$ 100,64.
Para analis menilai, meskipun rencana penyelamatan tersebut masih mengundang tanda tanya, namun pihak investor sangat berharap bahwa hal itu dapat mengakhiri adanya kekacauan pada sistem finansial yang mengguncang Wall Street.
“Meski demikian, masih ada ketidakpastian mengenai rencana tersebut. Jika gagal, tentunya hal tersebut akan berdampak sangat besar. Namun untuk saat ini, para investor sedang memfokuskan pada sentimen bullish yang sudah menyebar ke seluruh pasar finansial. Beberapa trader bahkan melihat hal ini sebagai kesempatan untuk membeli,” jelas Gerard Burg, analis sumber daya alam dari National Australian Bank di Melbourne.
Sekadar tambahan informasi, Pemerintah AS dan Kongres pada Minggu kemarin menyetujui rencana penyelamatan institusi keuangan dengan membeli seluruh aset-aset bermasalah senilai US$ 700 miliar. Tujuannya tak lain untuk mencegah institusi keuangan AS untuk jatuh lebih dalam, sehingga memperburuk kondisi perekonomian AS yang saat ini sedang menuju resesi.
Guncangan pada sistem keuangan AS, yang bermula dari bangkrutnya Lehman Brothers, diambil alihnya AIG oleh pemerintah, dan diakuisisinya Merrill Lynch oleh Bank of America, telah menimbulkan tanda tanya besar tentang stabilitas perekonomian AS. Faktor inilah yang kemudian mendorong harga minyak terus tertekan dan bertengger pada posisi US$ 90,51 per barel minggu lalu.
Burg juga mengatakan, dalam konteks yang lebih luas di pasar minyak, masih ada tekanan dari segi suplai yang mempengaruhi pergerakan harga minyak. Misalnya saja, kenaikan harga minyak juga masih dibatasi oleh adanya berita bahwa kelompok militan Nigeria memutuskan untuk melakukan gencatan senjata pada Minggu kemarin setelah bentrok dengan pihak militer selama seminggu. Pada kejadian itu kelompok militan juga menyerang instalasi minyak sehingga memangkas produksi di negara penghasil minyak terbesar di Afrika itu.