Sumber: ibtimes.com,The Straits Times | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Para peneliti telah memeriksa data yang dikumpulkan dari laporan Organisasi Kesehatan Dunia 4 Februari tentang jumlah kasus yang diimpor oleh para pelancong yang diketahui memiliki sejarah perjalanan ke China ke 191 negara dan wilayah. Studi ini mengecualikan Hong Kong, Makau dan Taiwan.
Para peneliti kemudian menggunakan data historis dari Asosiasi Perjalanan Udara Internasional dan sumber-sumber lain untuk memperkirakan jumlah penumpang perjalanan udara harian dari Wuhan, tempat virus berasal, ke lokasi di luar China.
Baca Juga: Gara-Gara Korona, Jumlah Penumpang Garuda di Rute Singapura Berkurang
"Di antara negara-negara dengan volume perjalanan yang besar, Singapura menunjukkan rasio tertinggi dari impor kasus yang terdeteksi terhadap volume perjalanan harian, rasio satu kasus per lima wisatawan setiap hari," catat para penulis penelitian.
"Singapura secara historis dikenal untuk deteksi kasus yang sangat sensitif, misalnya pada SARS (sindrom pernafasan akut yang parah), dan telah memiliki laporan kasus yang sangat rinci selama wabah Covid-19," tambah mereka.
Baca Juga: Ratusan warga Amerika diterbangkan pulang dari kapal pesiar, 14 positif virus corona
Salah satu implikasi dari studi terbaru adalah bahwa virus itu bisa tetap tidak terdeteksi setelah diekspor dari Wuhan ke berbagai lokasi di seluruh dunia sebelum kota itu dikunci pada 23 Januari, para penulis mencatat.
Studi Harvard diunggah ke arsip ilmu kesehatan online gratis yang disebut medRxiv pada hari Jumat sebagai naskah yang tidak diterbitkan.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan Indonesia. Melansir ibtimes.com, ahli epidemiologi Marc Lipsitch dari Harvard T.H. Chan School of Public Health, telah memposting hasil riset terbarunya di medRxiv. Ini merupakan sebuah situs medis online yang berfokus pada laporan awal yang belum ditinjau oleh rekan sejawat yang lain.
Baca Juga: Masih belum terbendung, Singapura laporkan dua kasus baru virus corona