Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun depan, sejumlah lembaga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Asia akan lebih lambat dari tahun ini. Menurut IMF dan Bank Dunia, tantangan baru yang akan dihadapi ekonomi di negara Asia adalah tarif impor Amerika Serikat (AS), penguatan dollar AS dan jika bunga masih dalam tren naik.
Bank Dunia misalnya memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik menjadi 4,3% pada tahun 2026, angka tersebut turun dari proyeksi pertumbuhan ekonomi di tahun ini di level 4,8%. IMF juga memperkirakan, pertumbuhan ekonomi di Asia akan lebih rendah yakni di 4,1% pada tahun depan, sementara di 2025 pada 4,5%.
Krishna Srinivasan, Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF memperingatkan, jika suku bunga terutama suku bunga jangka panjang mulai naik, dampaknya bisa signifikan bagi Asia. Hal ini karena biaya utang cukup tinggi. "Jika dollar AS menguat, Asia juga bisa terkena dampaknya. Kondisi keuangan saat ini memang masih mendukung, tetapi situasi bisa berubah dan bisa menjadi risiko besar bagi kawasan," papar dia.
Karena itu, IMF menilai, pelonggaran moneter masih diperlukan untuk sejumlah negara agar menurunkan inflasi. Meski memang saat ini inflasi di Asia masih terkendali dibanding kawasan lain.
Srinivasan menilai hal itu menunjukkan keberhasilan bank sentral di Asia dalam menjaga kredibilitas dan menurunkan inflasi berkat kepercayaan publik terhadap independensi mereka dari campur tangan pemerintah. "Tapi, ketika berbicara independensi, mereka harus bertanggung jawab kepada publik. Yang tak kalah penting, bank sentral sebaiknya tidak dibebani banyak mandat," kata dia, dikutip Reuters.
Efek tarif impor AS
Laporan Bank Dunia edisi Oktober 2025 juga menyebut jika pertumbuhan ekonomi kawasan berpotensi melambat karena tarif impor AS. Menurut hitungan Bank Dunia tarif akan akan menekan produk dari China dan Asia Timur terutama di sektor penting seperti tekstil yang berasal dari Kamboja, Myanmar, dan Laos.
Tapi untuk negara seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam dinilai masih lebih tangguh berkat kinerja sektor elektronik dan semikonduktor yang kuat. Bank Dunia menyebut tarif AS dapat memangkas nilai ekspor hingga 30%–50% di sejumlah kategori produk.
Efeknya pertumbuhan ekonomi terutama di China akan melambat di tahun 2026 menjadi 4,2% lebih rendah dari proyeksi pada tahun 2025 yang tumbuh 4,8%. Kondisi ini seiring dengan stimulus fiskal yang menurun dan meningkatnya utang publik.













