Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Dana Moneter Internasional (IMF) melihat bahwa peran kecerdasan buatan (AI) menjadi semakin besar di negara maju. Situasi ini bisa membantu pekerjaan, tapi juga mampu menutup lapangan pekerjaan.
Direktur pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, mengatakan bahwa 60% sektor pekerjaan di negara maju dan beberapa berkembang kini mulai disentuh AI. Persentasenya juga mulai terlihat besar di negara-negara berpenghasilan rendah.
"Negara-negara maju dan beberapa negara berkembang akan terkena dampak sebesar 60% dari pekerjaan mereka, dan 40% di negara-negara berkembang, 26% di negara-negara berpendapatan rendah," kata Georgieva, dikutip The Straits Times.
Baca Juga: Vietnam dan India Jadi Saingan Berat Indonesia Dalam Jemput Investasi
Georgieva menambahkan, laporan yang baru terbit pada 15 Januari 2024 itu juga mencatat bahwa secara keseluruhan, hampir 40% lapangan kerja global mulai diambil alih oleh AI.
Laporan IMF itu juga menunjukkan bahwa setengah dari pekerjaan yang terkena dampak AI akan terkena dampak negatif, sementara sisanya akan mendapatkan manfaat dari peningkatan produktivitas yang disebabkan oleh AI.
"Pekerjaan Anda mungkin hilang seutuhnya, itu tidak bagus. Kecerdasan buatan (juga) dapat meningkatkan pekerjaan Anda, sehingga Anda sebenarnya akan lebih produktif dan tingkat pendapatan Anda mungkin meningkat," kata Georgieva.
IMF mengakui bahwa AI pada awalnya akan memberikan dampak yang lebih kecil pada pasar negara berkembang dan negara-negara berkembang, namun kenyataannya negara-negara di level tersebut cenderung tidak mendapatkan manfaat dari teknologi AI.
Baca Juga: Waspada, Pertumbuhan Investasi Per Kapita Negara Berkembang di 2024 Bakal Anjlok
Kondisi ini dinilai dapat dapat memperburuk kesenjangan digital dan kesenjangan pendapatan antar negara. IMF menambahkan, pekerja yang lebih tua cenderung lebih rentan terhadap perubahan yang disebabkan oleh AI.
"Terima saja, hal itu akan datang. Jadi, kecerdasan buatan, ya, sedikit menakutkan. Namun ini juga merupakan peluang besar bagi semua orang," ungkap Georgieva.
Atas dasar itu, Georgieva merasa penting bagi komunitas internasional untuk membuat formula kebijakan untuk mengatasi kesenjangan yang mungkin terjadi.
"Kita harus fokus membantu negara-negara berpenghasilan rendah untuk bergerak lebih cepat agar dapat menangkap peluang yang akan dihadirkan oleh AI," pungkasnya.