Sumber: Bloomberg, Reuters | Editor: Test Test
BEIJING. Inflasi China di Mei mencapai rekor tertinggi dalam 19 bulan terakhir, yakni sebesar 3,1%. Angka ini juga meningkat dari inflasi April yang sebesar 2,8%. Tingginya inflasi memperjelas risiko pemanasan ekonomi di Negeri Tembok Raksasa tersebut.
Toh, Juru Bicara Biro Statistik Nasional yang melansir data tersebut, Jumat (11/6), mengatakan inflasi masih terkendali dan pemerintah yakin mampu mencapai target inflasi. Pemerintah China menargetkan rata-rata inflasi tahun 2010 maksimal 3% untuk menghindari risiko gelembung aset yang besar dan berdampak pada upaya pemulihan ekonomi China.
Tingkat inflasi April sesuai prediksi ekonom yang disurvei Reuters. Tapi, angka itu lebih tinggi dari estimasi median dari 32 ekonom yang disurvei Bloomberg, yang memperkirakan angka 3%. Data juga menyebutkan, harga produsen Mei naik menjadi 7,1% dari posisi April 6,8%.
Output industri China di Mei juga tumbuh 16,5% dari tahun lalu. Angka ini di bawah prediksi ekonom yang mematok angka 17%. Di April output industri naik 17,8%.
Sementara penjualan ritel di bulan Mei meningkat 18,5%. Naik dari posisi April yang tumbuh sekitar 18,5%. Sedangkan investasi aset tetap di wilayah urban-seperti apartemen dan pabrik-dari awal tahun hingga Mei 2010 tumbuh 25,9%. Lebih kecil dari pertumbuhan kuartal I 2010 yang 26,1%.
Meningkatnya inflasi di atas target menebar kekhawatiran. Ekonom menilai, Pemerintah China tidak berhasil mengontrol laju inflasi. Terutama setelah pemerintah menggelontorkan duit besar-besaran ke perbankan sebagai stimulus untuk mendorong pemulihan ekonomi.
Ekonomi berisiko
Data terpisah menunjukkan, penyaluran kredit Mei melebihi ekspektasi 24 ekonom yang disurvei Bloomberg, yakni CNY 600 miliar. Pinjaman baru Mei tercatat CNY 639,4 miliar atau US$ 93,6 miliar. Sementara di April penyaluran kredit sekitar CNY 774 miliar.
Jumlah uang beredar di periode sama tumbuh 21%, lebih rendah dari posisi April yang tumbuh 21,5%. Penurunan yang tipis menunjukkan, langkah bank sentral mengerem laju kredit untuk menahan inflasi dan memanasnya ekonomi belum berhasil.
Brian Jackson, Ekonom Royal Bank of Canada bilang, China tampaknya menunda kebijakan pengetatan sampai yakin pasar properti tidak lagi memanas dan krisis Eropa mereda. "Tapi langkah ini berisiko dalam jangka pendek, yakni meningkatnya tekanan inflasi," ujar Jackson.
Sementara data inflasi dikombinasi data ekspor yang melonjak plus harga-harga properti melambung tinggi makin memperkuat alasan Amerika Serikat (AS) mendesak China melepas kebijakan kontrol mata uangnya. Tekanan tampaknya bakal meningkat terutama dalam pertemuan G-20 di Toronto, Kanada, dua pekan lagi.
Liu Li-Gang, Ekonom Australia and New Zealand Banking Group Ltd menjelaskan, ekonomi China dalam risiko pemanasan dan pemerintah harus menjaga target inflasi. "SebelumG-20 merupakan saat yang paling tepat bagi China melonggarkan kebijakan dengan memperluas trading band yuan," tambah Liu.
Di kuartal I 2010 ekonomi China tumbuh 11,9%. Cuma, bank investasi China International Capital Corp memprediksi, pertumbuhan akan melambat dan hanya mencapai 7,5% di kuartal akhir 2010.