Sumber: Times of India | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mansa Musa, penguasa legendaris Kekaisaran Mali pada abad ke-14, secara luas dianggap sebagai manusia terkaya sepanjang sejarah. Dengan estimasi kekayaan yang berkisar antara US$400 hingga US$500 miliar dalam nilai saat ini, kekayaannya melampaui miliarder kontemporer seperti Elon Musk dan Jeff Bezos.
Di bawah kepemimpinannya, Mali menjelma menjadi kekaisaran yang makmur, menguasai hampir separuh pasokan emas dunia, serta membangun pusat-pusat pendidikan dan peradaban yang menyaingi kekuatan global mana pun pada zamannya.
Asal Usul dan Kenaikan Takhta Mansa Musa
Lahir sekitar tahun 1280 dari keluarga bangsawan Mali, Mansa Musa menggantikan saudaranya, Mansa Abu-Bakr, yang menghilang secara misterius dalam ekspedisi melintasi Samudra Atlantik dengan armada 2.000 kapal.
Beberapa sejarawan, seperti Ivan Van Sertima, berspekulasi bahwa Abu-Bakr mungkin telah mencapai Amerika Selatan jauh sebelum Kolumbus, namun belum ada bukti ilmiah yang dapat memverifikasi klaim tersebut.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Tak Kenal Lelah di Balik Kesuksesan Lucy Guo Jadi Triliunan Muda
Setelah pengangkatan sebagai Mansa (gelar raja), Musa segera menunjukkan kepemimpinan visioner.
Ia memperluas wilayah kekuasaan hingga mencakup lebih dari 24 kota besar, termasuk Timbuktu, dan menjadikan kekaisaran Mali mencakup wilayah yang kini menjadi bagian dari Senegal, Mauritania, Mali, Burkina Faso, Niger, Gambia, Guinea-Bissau, Guinea, dan Pantai Gading.
Kekayaan Kekaisaran Mali di Bawah Mansa Musa
Di masa kejayaannya, Kekaisaran Mali menguasai sumber daya alam yang sangat melimpah, terutama emas dan garam. Penambangan emas di Bambuk dan Boure menjadikan kekaisaran sebagai eksportir utama komoditas paling berharga di dunia kala itu.
Jalur perdagangan trans-Sahara yang terorganisir dengan baik memungkinkan distribusi emas hingga ke Mediterania, Timur Tengah, dan bahkan Eropa.
Dari perspektif ekonomi kontemporer, kekayaan Mansa Musa diperkirakan mencapai antara US$400–US$500 miliar, menjadikannya figur historis dengan kekayaan pribadi terbesar yang pernah tercatat.
Perjalanan Haji yang Mengubah Peta Ekonomi Timur Tengah
Pada tahun 1324, Mansa Musa memulai perjalanan haji ke Mekkah dengan konvoi megah yang mencengangkan dunia: lebih dari 60.000 orang, termasuk ribuan budak, pejabat, dan pengawal, serta 80 ekor unta yang masing-masing membawa hingga 135 kg emas.
Baca Juga: India Kini Memiliki 85.000 Lebih Individu Super Kaya, Peringkat Keempat Dunia
Selama singgah di Kairo, ia membagikan emas secara berlimpah kepada masyarakat setempat, masjid, dan lembaga amal. Namun, kemurahan hatinya memiliki konsekuensi besar. Kelebihan suplai emas menyebabkan depresiasi nilai mata uang, menimbulkan inflasi yang berlangsung lebih dari satu dekade.
Laporan dari sejarawan Arab al-Umari menyebutkan bahwa dampaknya begitu besar sehingga masyarakat Kairo masih membicarakannya 12 tahun kemudian. Sebuah perusahaan teknologi asal Amerika bahkan memperkirakan kerugian ekonomi regional akibat devaluasi emas mencapai sekitar US$1,5 miliar.
Transformasi Timbuktu Menjadi Pusat Keilmuan Dunia Islam
Sepulang dari Mekkah, Mansa Musa tidak hanya membawa pulang barang dan cerita, tetapi juga para ilmuwan, ulama, dan arsitek Muslim, termasuk Abu Es Haq es Saheli, yang merancang Masjid Djinguereber — salah satu bangunan bersejarah paling ikonik di Afrika Barat.
Ia menggunakan kekayaannya untuk membangun madrasah, perpustakaan, dan universitas, termasuk Universitas Sankore di Timbuktu. Kota ini berkembang menjadi pusat pembelajaran dunia Islam, menarik para cendekiawan dari Afrika Utara, Timur Tengah, dan bahkan Eropa.
Pengaruh Mansa Musa begitu luas hingga dirinya digambarkan dalam peta Catalan Atlas tahun 1375 sebagai raja Afrika yang duduk di takhta emas, memegang bongkahan emas — sebuah simbol kejayaan Mali yang diakui oleh dunia Barat abad pertengahan. Figur ini menandai pengakuan global terhadap kekuasaan dan kekayaan luar biasa dari penguasa Afrika Sub-Sahara.
Baca Juga: 2 Perbedaan Investasi Orang Kaya dan Orang Miskin, Ini Penjelasan Robert Kiyosaki
Kejatuhan Kekaisaran Mali Pasca-Wafatnya Mansa Musa
Mansa Musa wafat pada tahun 1337 dalam usia 57 tahun. Namun, kekuasaan tidak bertahan lama di tangan para penerusnya. Anak-anaknya tidak memiliki visi dan kekuatan politik yang sama.
Kekaisaran mulai terpecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Seiring masuknya bangsa Eropa ke Afrika Barat, Mali semakin kehilangan kendali atas sumber daya dan wilayah, hingga akhirnya runtuh sepenuhnya.