Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - TALLINN. Badan Intelijen Luar Negeri Estonia pada Rabu (16/2) merilis laporan yang menyebutkan, Rusia kemungkinan akan melancarkan serangan terbatas terhadap Ukraina. Rusia diprediksi akan terus menempatkan pasukannya di perbatasan.
Menurut intelijen Estonia, negara yang berbatasan dengan Rusia, serangan negeri beruang merah nanti akan berupa pemboman dengan rudal hingga pendudukan wilayah kunci di Ukraina.
"Saat ini, penilaian kami mengatakan, mereka akan menghindari kota-kota dengan populasi besar, karena dibutuhkan banyak pasukan untuk mengendalikan daerah-daerah itu," kata Mikk Marran, Direktur Jenderal Badan Intelijen Luar Negeri Estonia.
"Tapi, belum ada pemahaman yang jelas mengenai cara apa yang coba dieksploitasi oleh Rusia," ujarnya.
Baca Juga: AS: Klaim Penarikan Pasukan Rusia Dari Perbatasan Ukraina Palsu
Dilansir dari Reuters, Marran menambahkan, ada kemungkinan lain yang bisa terjadi, yaitu dengan mengintensifkan pertempuran dari dua wilayah Ukraina yang memisahkan diri di bagian Timur.
Menurut penilaian intelijen Estonia, melalui cara tersebut, Rusia kemungkinan mendapat penyangkalan yang masuk akal dan menghindari sanksi.
"Jika Rusia berhasil di Ukraina, itu akan mendorongnya untuk meningkatkan tekanan di Baltik di tahun-tahun mendatang. Ancaman perang telah menjadi alat kebijakan utama bagi (Presiden Rusia Vladimir) Putin," ungkap Marran.
Baca Juga: Makin Kuat, Ukraina Terima Pasokan Rudal Anti-Pesawat dari Lithuania
Hingga saat ini, intelijen Estonia mengaku telah mengetahui keberadaan sekitar 10 kelompok tempur tentara Rusia bergerak menuju perbatasan Ukraina. Itu merupakan bagian kecil dari 100 kelompok, atau sekitar 170.000 tentara, yang telah dikerahkan Rusia.
Intelijen Estonia meyakini, jumlah itu termasuk tentara yang biasanya dikerahkan di wilayah sekitar Ukraina serta pasukan di Belarusia yang dikirim Rusia untuk latihan militer di dekat perbatasan Ukraina.
Marran juga mengatakan, ada kemungkinan beberapa kelompok tentara akan tinggal di Belarusia setelah latihan berakhir pada 20 Februari mendatang. Langkah ini jelas akan menghemat waktu persiapan untuk serangan di kawasan Baltik.