Sumber: Cointelegraph | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Seorang investor kripto kehilangan total US$2,6 juta dalam bentuk stablecoin setelah menjadi korban penipuan phishing sebanyak dua kali hanya dalam kurun waktu tiga jam.
Menurut data yang dibagikan oleh perusahaan kepatuhan kripto Cyvers pada 26 Mei 2025, korban pertama kali mengirim stablecoin USD Tether (USDT) senilai US$843.000, kemudian kembali mengirim US$1,75 juta sekitar tiga jam setelahnya ke alamat penipu.
Baca Juga: Bitcoin Tertahan di Level US$110.000, Tapi Investor Institusi Masih Rajin Borong BTC
Cyvers menyebut skema ini menggunakan metode yang dikenal sebagai zero-value transfer, yakni teknik phishing onchain yang sangat canggih.
Apa itu Zero-Value Transfer?
Zero-value transfer adalah teknik phishing onchain yang memanfaatkan fitur transfer token untuk mengelabui korban agar mengirim dana asli ke alamat milik penipu.
Dalam metode ini, penyerang menggunakan fungsi transfer From untuk mentransfer nol token dari dompet korban ke alamat palsu (spoofed address).
Karena nilai transfer adalah nol, transaksi ini tidak memerlukan tanda tangan digital dari korban untuk dicatat di blockchain.
Baca Juga: Strategy Borong 4.020 Bitcoin Senilai US$427 Juta, Total Kepemilikan Jadi 580.000 BTC
Meski tidak merugikan secara langsung, transaksi nol ini tetap muncul dalam histori transaksi dompet korban.
Hal inilah yang menjadi celah penipuan, korban bisa saja menganggap alamat tersebut aman atau dikenal karena pernah muncul dalam histori, dan secara tidak sadar mengirim dana sungguhan ke alamat tersebut pada transaksi berikutnya.
Bukan Kasus Pertama
Baca Juga: Robert Kiyosaki: Punya 0,01 Bitcoin Saja Bisa Bikin Kamu Sangat Kaya pada Masa Depan!
Metode ini bukanlah hal baru. Pada musim panas 2023, seorang penipu menggunakan teknik phishing zero-transfer dan berhasil mencuri US$20 juta dalam bentuk USDT sebelum akhirnya masuk daftar hitam oleh penerbit stablecoin tersebut.