Sumber: Al Jazeera | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - TEHERAN. Iran setuju dan mengizinkan pengawas dari Badan Pengawas Nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengakses dua reaktor yang diduga bekas situs nuklir rahasia. Ini merupakan kemajuan setelah kebuntuan selama berbulan-bulan antara kedua belah pihak.
Kesepakatan yang dicapai pada Rabu (26/8), datang selama kunjungan Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi ke Teheran, Iran untuk pembicaraan tingkat tinggi.
"Iran secara sukarela memberikan IAEA akses ke dua lokasi yang ditentukan oleh IAEA," kata Grossi dan Kepala Badan Nuklir Iran Ali Akbar Salehi dalam pernyataan bersama.
"Tanggal untuk akses IAEA dan kegiatan verifikasi telah disepakati," imbuh Grossi seperti dikutip Al Jazeera.
Baca Juga: Presiden Iran: Jika AS menginginkan kesepakatan, mereka harus minta maaf
Sebagai kompensasi persetujuan Iran tersebut, IAEA tidak akan mengajukan pertanyaan lebih lanjut tentang masalah ini.
"Kedua belah pihak mengakui kemandirian, ketidakberpihakan dan profesionalisme IAEA terus menjadi penting dalam pemenuhan kegiatan verifikasinya," kata pernyataan itu.
IAEA telah berbulan-bulan mencari akses ke situs-situs nuklir di Teheran dan Isfahan di mana Iran diduga telah menyimpan atau menggunakan bahan nuklir yang tidak diumumkan.
Pada bulan Juni 2020, IAEA meningkatkan tekanan pada Iran ketika Dewan Gubernurnya mengeluarkan resolusi yang menyerukan agar para pengawas masuk ke situs tersebut dan bekerja sama dengan IAEA.
Namun saat itu Iran menolak memberikan akses dengan alasan bahwa permintaan pengawas nuklir PBB didasarkan pada tuduhan dari Israel dan tidak memiliki dasar hukum.
"Iran, seperti sebelumnya, siap untuk bekerja sama dengan IAEA," ujar Presiden Iran Hassan Rouhani usai bertemu Grossi pada Rabu (26/8).
Dia menyebut perjanjian itu "menguntungkan" dan bisa membantu "menyelesaikan masalah".
Baca Juga: Iran: Kebakaran di fasilitas nuklir Natanz disebabkan oleh sabotase!
Rouhani juga meminta Grossi untuk mempertimbangkan bahwa Iran memiliki "musuh bebuyutan" dengan senjata nuklir yang tidak bekerja sama dengan IAEA dan "selalu berusaha menimbulkan masalah" bagi Teheran.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) menyatakan menarik diri dari kesepakatan nuklir penting yang ditandatangani pada 2015 antara Iran dan sejumlah negara.
Di bawah perjanjian itu, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), Iran mengurangi program pengayaan uraniumnya dan berjanji untuk tidak mengejar senjata nuklir. Sebagai gantinya, sanksi internasional dicabut, yang memungkinkan Teheran menjual minyak dan gasnya ke seluruh dunia.
Tetapi [erjanjian JCPOA dalam bahaya sejak Presiden Donald Trump secara sepihak menarik diri pada tahun 2018 dan menerapkan kembali sanksi ekonomi yang melumpuhkan Iran, yang membuat Teheran mulai mengurangi kepatuhan terhadap kesepakatan tersebut.
Baca Juga: Amerika Serikat kian terkucil di Dewan Keamanan PBB