kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.169   31,00   0,19%
  • IDX 7.053   69,54   1,00%
  • KOMPAS100 1.055   14,86   1,43%
  • LQ45 830   12,77   1,56%
  • ISSI 214   1,32   0,62%
  • IDX30 423   7,30   1,75%
  • IDXHIDIV20 510   8,47   1,69%
  • IDX80 120   1,70   1,44%
  • IDXV30 125   0,84   0,68%
  • IDXQ30 141   2,15   1,55%

Jangan panik! Ini bukan 1997 (Yakin?)


Senin, 07 Oktober 2013 / 21:12 WIB
Jangan panik! Ini bukan 1997 (Yakin?)
ILUSTRASI. Ilustrasi harga emas Antam dan UBS hari ini di Pegadaian, Kamis, 2 Juni 2022./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/28/01/2022.


Sumber: CNN |

"JANGAN PANIK: INI BUKAN TAHUN 1997".

HONG KONG. Tentu saja mudah bagi para pembuat kebijakan melontarkan imbauan di atas untuk menenangkan pasar yang sedang berharap-harap cemas karena krisis.

Akan tetapi, kepanikan sebenarnya sudah berubah menjadi semacam "trauma" bagi dua negara di Asia, yakni India dan Indonesia. Bisa jadi, kekhawatiran yang terjadi sekarang adalah gema dari krisis keuangan Asia yang menimpa di 1997 silam. Masih terekam jelas, kepanikan yang diderita para investor kala itu.

Wajar masih ada ketakutan, sebab, resesi yang terjadi 16 tahun lalu telah menyeka ekonomi senilai ratusan miliar sebelum dana talangan datang bak pahlawan. Di 1997, tanda-tanda Asia menderita sakit dimulai dari runtuhnya pertahanan mata uang Thailand yang pada akhirnya menular ke hampir semua kawasan.

Saking dahsyatnya dampak yang ditimbulkan, banyak analis yang melihat "penampakan hantu" dari masa 1997 di pasar Asia saat ini.

Bukti jelas mulai terlihat di awal tahun ini. Ketika The Federal Reserve (The Fed) hanya melempar sinyal pelonggaran stimulus ekonomi. Hal itu langsung menimbulkan rush, dana panas beterbangan dari emerging market. Mata uang Asia mulai berada dalam tekanan dan sejumlah bank sentral di Asia dipaksa mengambil tindakan pertahanan.

Hal itu berlanjut hingga kini, meskipun The Fed batal memangkas stimulus sementara (tapering).

Meski sebagian melihat hantu krisis, separuh lainnya menyatakan, kekhawatiran krisis di Asia tak beralasan. Dengan kata lain, mereka menyarankan: Tarik tangan Anda dari tombol panik.

"Dalam pandangan saya, sejumlah negara di Asia telah belajar dari pengalaman masa lalu dan secara signifikan meningkatkan kemampuan mereka untuk menangkis risiko," kata Perdana Menteri China, Li Keqiang, bulan lalu.

Asia dalam posisi yang lebih kuat

Kepala Ekonom Asian Development Bank (ADB) Changyong Rhee, juga setuju dengan pendapat PM China. "Asia kini dalam posisi yang jauh lebih kuat meski badai ekonomi datang," ulasnya.

Ia mengembalikan ingatan masa lampau. Pada 1997 banyak negara di Asia yang bergelut dengan defisit neraca berjalan dan terbelit utang. Melemahnya mata uang lokal memperburuk keadaan karena mereka makin sulit membayar utang dalam mata uang dollar AS.

Ditambah lagi, saat itu, hot money langsung berlarian keluar dan pemerintah tak mampu membayar sejumlah tagihan utang.

"Yang berbeda, saat ini sebagian negara mencatat surplus neraca berjalan dan cadangan devisa yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah utang luar negeri jangka pendek," papar Rhee.

Meskipun beberapa mata uang di wilayah Asia jatuh lagi, bank sentral memiliki stok mata uang asing yang besar dan dapat digunakan untuk mengelola defisit neraca.

India dan Indonesia mengkhawatirkan

Tentu saja, saran jangan panik tak bisa ditelan mentah-mentah oleh India dan Indonesia. Sebab, dua negara inilah yang paling parah terkena pukulan telak defisit neraca berjalan.

Tapi, keduanya dianggap untung karena memiliki cadangan devisa yang cukup untuk menutupi impor beberapa bulan ke depan. India selama 7 bulan impor dan Indonesia 5 bulan.

Mengutip data Dana Moneter Internasional (IMF) yang sudah dikompilasi JPMorgan, cadangan devisa negara emerging market pada kuartal pertama tahun ini mencapai US$ 7,4 triliun. Jauh lebih tinggi dari posisi 1997 yang hanya sebesar US$ 600 juta.

Posisi Asia secara umum memang baik, tapi tidak akan menjamin bahwa Asia tak terkena imbas tapering yang dilakukan The fed.

"Ekspansi berjalan lambat, bahkan jauh dari kata spektakuler seiring ekonomi yang makin pelan di wilayah ini," ujar Ekonom HSBC, Frederic Neumann.

"Daerah ini masih rentan pengetatan likuiditas," lanjutnya. Menurutnya, peningkatan utang dalam beberapa tahun terakhir membebani laju ekonomi.

Kembali ke Rhee, ia melihat, tekanan yang diakibatkan oleh keputusan The Fed dapat memacu pemerintah di Asia melakukan reformasi struktural yang bisa menopang perekonomian secara jangka panjang.

"Setiap krisis datang dalam penyamaran baru," kata Neumann. Tapi menurutnya, perbedaan dengan tahun 1977 jauh lebih banyak ketimbang sejumlah kemiripan. Jadi menurut mereka: Ini bukan 1997. Ini 2013.



Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×