Sumber: Channelnewsasia.com,People's Daily | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Para ahli China membantah tuduhan AS yang tidak berdasar, mencatat bahwa kedua negara memiliki jalur pengembangan yang berbeda. Menurut seorang ahli imunologi yang berbasis di Beijing yang meminta anonimitas, China lebih fokus pada pengembangan vaksin yang tidak aktif. Sementara AS sedang mengerjakan vaksin DNA dan RNA, yang berarti materi penelitian AS akan sedikit nilainya bagi China.
Para ahli mencatat, China telah secara terbuka berbagi informasi dan data tentang virus dan epidemi dengan dunia sejak wabah. Informasi yang dibagikan secara terbuka cukup untuk penelitian China, kata pakar.
Baca Juga: Negara berkembang seperti Indonesia sulit mendapat vaksin covid-19, ini penyebabnya
China juga bekerja sama dengan mitra asing dalam pengembangan vaksin dan obat-obatan, termasuk AS, Inggris dan Jerman.
Tuduhan AS, meskipun tidak berdasar, telah mengingatkan perusahaan dan kelompok riset China untuk melindungi teknologi mereka, kata pakar itu.
Sementara itu, Lu Xiang, seorang peneliti pada studi AS di Akademi Ilmu Sosial Tiongkok di Beijing, mengatakan kepada Global Times, AS hanya bisa membahayakan mekanisme kerja sama yang ada dengan membuat tuduhan konyol terhadap China.
Baca Juga: Amerika Serikat mulai distribusikan remdesivir untuk mengobati pasien corona
"China mampu sepenuhnya meneliti dan mengembangkan vaksin Covid-19 secara mandiri. Jika AS mengklaim China mencuri datanya, maka AS perlu membuktikan bahwa ia telah mencapai lebih banyak kemajuan daripada China. Jika tidak, mengapa Cina tertarik dengan penelitian itu?" kata Lu.
Sebelumnya, Kontan memberitakan, FBI dan ahli keamanan siber meyakini, para peretas China berusaha mencuri penelitian tentang pengembangan vaksin terhadap virus corona baru.