Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, dan Presiden Amerika Serikat Terpilih, Donald Trump, kompak menyampaikan pesan Natal pada hari Rabu (25/12). Pesan yang disampaikan tentu memiliki nuansa yang berbeda.
Biden membagikan pesan Natalnya melalui sebuah video yang direkam di Gedung Putih dan disiarkan melalui kanal resmi mereka di YouTube.
Dalam pesan tersebut, Biden mendesak warga AS untuk mengesampingkan semua keributan dan segala hal yang memecah belah.
"Kita ada di Bumi ini untuk saling peduli, untuk saling mencintai. Terlalu sering kita melihat satu sama lain sebagai musuh, bukan sebagai tetangga, bukan sebagai sesama warga Amerika," kata Biden.
Baca Juga: Pemerintahan Donald Trump Siap Membawa AS Keluar dari WHO
Biden juga meminta warga AS untuk memperlakukan satu sama lain dengan bermartabat dan hormat, serta mengingat bahwa ada lebih banyak hal yang dapat menyatukan daripada memecah belah.
"Kita benar-benar diberkati untuk hidup di negara ini," ujar Biden.
Sementara itu, Trump menyampaikan pesan Natalnya di platform Truth Social, lengkap dengan lampiran foto dirinya dan istrinya Melania.
Berbeda dengan Biden, pesan Trump ini diiringi dengan puluhan kutipan artikel atau pesan media sosial lainnya yang mendukung posisi politiknya.
Dalam pesannya, Trump juga mengklaim tentara China sedang mengoperasikan Terusan Panama. Dirinya juga mengkritik Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Biden, dan Partai Demokrat.
Baca Juga: Donald Trump Wacanakan Hukuman Mati Bagi Pemerkosa dan Pembunuh
"Selamat Natal bagi para penganut paham radikal kiri yang terus-menerus berusaha menghalangi sistem peradilan dan pemilu kita. Juga kepada Justin Trudeau dari Kanada, yang Pajak Warga Negaranya terlalu tinggi, tetapi jika Kanada menjadi Negara Bagian ke-51 kita, Pajak mereka akan dipotong lebih dari 60%," tulis Trump di Truth Social.
Dua pesan Natal dengan nuansa berbeda tersebut jelas akan meramaikan panggung politik AS yang baru saja memasuki masa tenang pasca pemilu November lalu.
Biden mengundurkan diri dari pemilihan presiden 2024 pada bulan Juli dengan alasan "demi mempersatukan negara". Partai Demokrat memilih Kamala Harris sebagai kandidat dan kalah dari Donald Trump.
Polarisasi kembali menguat selama masa pemilu tahun ini, dan diprediksi masih akan terasa hingga Trump dilantik untuk masa jabatan keduanya pada Januari 2025 mendatang.