Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pada Minggu (10/9/2023), Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa dia sudah mengadakan pembicaraan tingkat tertinggi dengan pemimpin China, yakni Perdana Menteri Li Qiang, pada KTT tahunan G20 di New Delhi.
Melansir Reuters, pembicaraan tersebut merupakan pertemuan tingkat tertinggi antara kedua negara dalam hampir 10 bulan sejak Biden dan Xi berbicara pada pertemuan G20 di Indonesia tahun lalu.
“Tim saya, staf saya masih bertemu dengan rakyat Presiden Xi dan kabinetnya. Saya juga bertemu dengan orang nomor dua di India hari ini,” kata Biden kepada wartawan.
Dia menambahkan: “Kami berbicara tentang stabilitas dan Belahan Bumi Selatan. Itu sama sekali tidak konfrontatif."
Gedung Putih pada hari Minggu mengatakan Biden telah bertemu dengan seorang pemimpin China pada pertemuan puncak tersebut.
Kedua negara adidaya tersebut telah berusaha mencairkan hubungan yang membeku pada tahun ini setelah perselisihan mengenai dugaan balon mata-mata China yang terbang di atas wilayah AS, sementara kekhawatiran akan perlambatan ekonomi telah mencengkeram Beijing.
Berbicara pada konferensi pers di Vietnam, Biden menyebut perekonomian AS sebagai yang “terkuat” secara global.
Dia mengatakan kepada wartawan bahwa pertumbuhan China melambat karena lemahnya perekonomian global serta kebijakan China. Namun dia tidak merinci kebijakan apa yang akan diambil.
Biden menyebut situasi ekonomi Tiongkok sebagai sebuah "krisis", mengutip masalah di sektor real estate dan tingginya pengangguran kaum muda.
Baca Juga: China Rilis Ponsel Canggih, Amerika Ketar-Ketir
“Salah satu prinsip ekonomi utama dari rencananya tidak berjalan sama sekali saat ini,” kata Biden tentang Xi, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut. "Saya tidak senang dengan hal itu, tapi itu tidak berhasil."
Biden menambahkan: "Dia sedang sibuk saat ini."
Presiden dari Partai Demokrat itu sedang menuju kampanye pemilihan umum kembali pada tahun 2024 di mana penanganannya terhadap perekonomian dan inflasi telah menjadi perhatian utama para pemilih.
Perekonomian AS tumbuh pada tingkat tahunan sebesar 2,1% pada kuartal terakhir. Para bankir bank sentral telah menaikkan suku bunga secara tajam untuk mengembalikan inflasi ke tingkat yang ditargetkan.
Data perdagangan bulan Agustus menunjukkan, tingkat ekspor dan impor China mempersempit penurunannya, bergabung dengan indikator-indikator lain yang menunjukkan kemungkinan stabilisasi dalam pelemahan ekonomi, karena para pembuat kebijakan berusaha untuk memacu permintaan dan mencegah deflasi.
Baca Juga: China Tak Memperbolehkan Pejabatnya Memakai HP Merek iPhone
Li mengatakan China harus mencapai target pertumbuhan tahun 2023 sekitar 5%. Namun beberapa analis berpendapat memburuknya kemerosotan properti, lemahnya belanja konsumen, dan jatuhnya pertumbuhan kredit bisa berarti pertumbuhan yang lebih rendah.