Reporter: Mona Tobing | Editor: Dupla Kartini
TOKYO. Line Corp, perusahaan aplikasi chatting asal Jepang bakal melenggang ke lantai bursa. Untuk itu, Line akan mengelar initial public offering (IPO) pada Juli 2016 mendatang.
Tak tanggung-tanggung, Line akan mencatatkan saham di dua bursa sekaligus, yakni di bursa Tokyo dan New York. Hajatan penawaran saham perdana alias IPO ini ditargetkan akan menghasilkan dana yang tergolong besar, yakni US$ 3 miliar.
Line akan menggunakan dana hasil IPO tersebut untuk menambah layanan terbaru. Hal ini perlu dilakukan Line agar bisa bersaing seiring ketatnya kompetisi aplikasi chatting seperti WeChat, WhatsApp dan Facebook Messenger.
Seperti dilansir Forbes, saat ini Line memiliki 1 miliar pengguna. Setidaknya, Line memiliki sekitar 215 juta pengguna baru setiap bulannya. Line bersaing ketat dengan WhatsApp yang juga memiliki pengguna aktif sebanyak satu miliar. Sementara, WeChat memiliki 650 juta pengguna aktif.
Agar bisa terus bersaing, Line merasa perlu menambah fitur barunya. Rencananya, Line akan menambah fitur langganan berita dalam aplikasinya. Line menjanjikan tetap memberi layanan dengan harga berlangganan murah.
Pisau bermata dua
Untuk layanan gratis, Line segera merilis fitur musik streaming dan berencana menjadi mobile payment solutions. Chief Executive Line, Takeshi Idezawa kepada The Wall Street Journal mengatakan, Line tertantang menjangkau negara yang lebih luas, setelah sukses di empat negara, yakni Jepang, Taiwan, Thailand dan Indonesia.
Sejumlah analis menilai rencana Line untuk IPO bagai dua sisi mata pedang. Satu sisi baik karena menciptakan layanan jasa yang terus diperbaharui. Tapi di sisi lain, Line belum tentu sukses.
Neha Dharia, Analis Senior Ovum Konsultan mengatakan, layanan Line amat mengakar dalam suatu budaya. Berbeda dengan Facebook yang memiliki layanan lebih modern. "Line amat identik dengan Asia dan budaya lokal.
Sementara Facebook layanan yang tidak terikat pada suatu budaya tertentu. Sehingga Facebook lebih cepat untuk tumbuh," terang Dharia seperti dikutip The Financial Times.
Reuters menyebut, langkah Line untuk IPO cukup berisiko. Kondisi pasar modal yang penuh gejolak khususnya saham berbasis teknologi, kerap menghasilkan IPO dengan nilai yang tak sesuai target.
Namun, Naoki Fujiwara, Fund Manager Shinking Asset Management menilai, Line memiliki brand yang kuat dan menarik investor ritel di Jepang sekalipun pasar modal fluktuatif.