Sumber: Forbes | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam persaingan pemilihan presiden 2024, Wakil Presiden Kamala Harris telah menunjukkan sedikit keunggulan atas mantan Presiden Donald Trump, meskipun perbedaan suara sangat tipis.
Dengan hasil survei dan proyeksi dari para ahli, termasuk Nate Silver dari FiveThirtyEight, pemilih dihadapkan pada sebuah kompetisi yang semakin menegangkan menjelang hari pemilihan.
Proyeksi Akhir dari Nate Silver dan FiveThirtyEight
Hasil proyeksi akhir Nate Silver menunjukkan bahwa Kamala Harris memiliki peluang 50,015% untuk menang, sementara Trump memiliki peluang 49,985%.
Meskipun angka ini menunjukkan bahwa Harris berada di depan, secara statistik, kedua kandidat tersebut berada dalam posisi yang setara.
Baca Juga: Perebutan Kursi Presiden AS Diprediksi Ketat, Bagaimana Bila Ada Sengketa Pemilu?
Proyeksi ini didasarkan pada 80.000 simulasi pemilihan yang dilakukan oleh Silver, yang mencerminkan kondisi pemilihan yang sangat ketat, terutama setelah Harris mengalami pemulihan dari posisi yang kurang menguntungkan di awal bulan November.
Begitu pula dengan proyeksi dari FiveThirtyEight, yang memberikan Harris sedikit keunggulan dengan peluang sekitar 50% untuk menang dibandingkan Trump yang memiliki 49%.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada pergeseran kecil menuju kemenangan Harris, hasil pemungutan suara di negara bagian kunci tetap dalam keadaan terikat.
Survei Terkini: Siapa yang Memimpin?
Berdasarkan survei terbaru, Harris masih unggul tipis dari Trump dengan persentase 49%-48% di antara pemilih yang kemungkinan akan memberikan suara, menurut HarrisX/Forbes.
Baca Juga: Trump dan Harris Berebut Suara Pasca Jajak Pendapat yang Berjalan Ketat
Survei Ipsos juga menunjukkan Harris memimpin dengan 50%-48%.
Dalam penelitian lain seperti PBS News/NPR/Marist dan Cooperative Election Study, Harris menunjukkan keunggulan lebih besar, masing-masing dengan 51%-47% dan 50%-46%.
Namun, beberapa survei lain menunjukkan hasil yang sangat ketat.
Dalam survei Morning Consult dan ABC/Ipsos, Harris hanya unggul tipis 49%-47% dan 49%-46%.
Selain itu, hasil survei NBC News dan Emerson College menunjukkan kedua kandidat dalam posisi seri di angka 49%, sementara Yahoo News/YouGov mencatat kebuntuan di 47%-47%.
Dinamika Dukungan: Mengapa Hal Ini Penting?
Dinamika dukungan ini sangat penting mengingat sejarah pemilihan presiden sebelumnya di mana kandidat yang memenangkan suara populer sering kali tidak memenangkan kursi kepresidenan.
Baca Juga: AS Bersiap Hadapi Kerusuhan Pemilu: Ada Tombol Panik dan Tim SWAT yang Bersiaga
Dalam pemilihan terakhir, meskipun Harris memiliki keunggulan di beberapa survei, beberapa survei seperti Times/Siena menunjukkan penurunan dukungan untuk Harris, yang memberikan sinyal bahwa para pemilih mungkin tidak sepenuhnya yakin dengan pilihannya.
Trump juga telah menunjukkan kekuatan di beberapa survei, dengan mengungguli Harris 48% hingga 46% dalam survei CNBC dan 47% hingga 45% dalam survei Wall Street Journal.
Ini menunjukkan bahwa meskipun Harris awalnya memiliki momentum, situasi telah bergeser dan Trump mulai mendapatkan kembali dukungan dari pemilih.
Donald Trump terpilih Sebagai Presiden ke-47 Amerika Serikat
Donald Trump secara resmi terpilih sebagai presiden ke-47 Amerika Serikat pada Rabu, menandai kebangkitan luar biasa bagi mantan presiden yang sebelumnya menolak kekalahan, memicu kerusuhan di Gedung Capitol, menghadapi vonis kriminal, dan selamat dari dua upaya pembunuhan.
Mengutip AP News, dengan kemenangan di Wisconsin, Trump berhasil meraih 270 suara elektoral yang diperlukan untuk mengamankan kursi kepresidenan.
Baca Juga: Donald Trump Resmi Terpilih Sebagai Presiden ke-47 Amerika Serikat
Kemenangan ini menunjukkan efektivitas pendekatan politik keras yang diusung Trump.
Selama kampanye, ia menyerang saingan Demokratnya, Kamala Harris, dengan nada pribadi yang sering kali misoginis dan rasis, menggambarkan negara dalam ancaman yang dipenuhi oleh migran kekerasan.
Retorika tajam ini, didukung citra maskulinitas yang kuat, berhasil menarik para pemilih yang marah terutama laki-laki di tengah polarisasi bangsa.
Sebagai presiden, Trump berjanji untuk menjalankan agenda yang fokus pada perombakan besar pemerintah federal serta balas dendam terhadap mereka yang dianggapnya sebagai musuh.