Sumber: The Guardian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada hari Senin, Donald Trump dan Kamala Harris mengadakan serangkaian kampanye yang saling bersaing di seluruh Pennsylvania, mengajukan argumen terakhir mereka di negara bagian yang krusial menjelang pemilihan.
Dengan hasil jajak pendapat yang menunjukkan persaingan yang sangat ketat, kedua kandidat memperlihatkan visi yang kontras untuk masa depan Amerika.
Visi Kontras untuk Masa Depan Amerika
Trump, dalam pidato-pidatonya yang sering kali gelap dan distopis, menggambarkan imigran sebagai penjahat berbahaya dan melancarkan serangan pribadi terhadap sejumlah wanita Demokrat yang terkenal.
Di sisi lain, Harris menawarkan argumen penutupan yang lebih positif, mengalihkan fokus dari ancaman yang ditimbulkan oleh mantan presiden tanpa menyebut namanya dalam iklan terakhirnya, dan menekankan bahwa "kita semua memiliki banyak kesamaan daripada perbedaan yang memisahkan kita."
Baca Juga: Donald Trump Menutup Kampanye Terakhirnya dengan Pesan Anti-Imigrasi
Meskipun tampil dalam beberapa acara, Trump terlihat sering kehilangan semangat dan energi. Ia menjadwalkan empat acara pada hari itu: satu di Raleigh, North Carolina, dua di Pennsylvania, dan acara larut malam di Grand Rapids, Michigan.
Meskipun terus membanggakan ukuran kerumunan yang hadir, laporan menunjukkan bahwa beberapa acara terakhirnya mengalami kekosongan kursi dan penonton yang pergi lebih awal selama pidato-pidatonya yang panjang dan bertele-tele.
Sementara itu, Harris tetap berada di Pennsylvania, melakukan beberapa rapat umum di negara bagian yang dapat menentukan hasil pemilihan.
Acara puncaknya di Museum Seni Philadelphia menampilkan penampilan dari berbagai selebritas seperti Lady Gaga, Oprah Winfrey, dan Ricky Martin, serta dekorasi yang menarik perhatian dengan banner besar bertuliskan “Presiden untuk Semua”.
Serangan Pribadi dan Isu Gender
Kampanye Harris terus berusaha menjangkau pemilih perempuan, sementara Trump menghidupkan kembali penghinaan terhadap wanita-wanita terkenal dengan bahasa yang terkadang keras.
Di North Carolina, ia menyerang mantan ibu negara Michelle Obama, serta menyarankan bahwa kongres wanita Demokrat Nancy Pelosi seharusnya dipenjara karena tindakan merobek salinan pidato Negara Bagian 2020 miliknya.
Trump juga mengulangi pernyataannya bahwa Harris adalah individu dengan “IQ rendah”, disusul dengan pernyataan yang tidak jelas yang seolah menggambarkan dia kesulitan tidur.
Dalam konteks ini, tampak bahwa Trump tetap berusaha memanfaatkan retorika provokatif untuk menarik perhatian.
Baca Juga: AS Bersiap Hadapi Kerusuhan Pemilu: Ada Tombol Panik dan Tim SWAT yang Bersiaga
Ancaman terhadap Meksiko dan Kebijakan Imigrasi
Di Raleigh, Trump juga mengancam presiden baru Meksiko, Claudia Sheinbaum, dengan menyatakan akan mengenakan tarif pada semua barang Meksiko jika mereka tidak menghentikan “serangan para penjahat dan obat terlarang”.
Ini merupakan bagian dari proposal dagangnya yang dinilai ekonom dapat meningkatkan biaya bagi konsumen AS secara signifikan.
Selanjutnya, di Reading, Pennsylvania, Trump menggambarkan situasi di mana para pegulat dapat "menghadapi para imigran dalam sebuah pertarungan".
Ia juga mengulangi stereotip rasis tentang imigran dan menegaskan ancamannya untuk melakukan deportasi massal yang belum pernah terjadi sebelumnya, menyatakan bahwa hari Selasa akan menjadi "hari pembebasan".
Dia juga mengklaim bahwa Demokrat mendukung “perbatasan terbuka” untuk memungkinkan orang-orang tanpa dokumen memberikan suara secara curang.
Strategi Penutupan Harris
Sementara Trump terus menyebarkan retorika yang memecah belah, Harris menegaskan pentingnya melihat sesama warga Amerika bukan sebagai musuh, tetapi sebagai tetangga.
Dalam rapat umum di Allentown, ia berbicara tentang keinginan untuk masa depan yang lebih baik, di mana pemimpin diukur dari kemampuan mereka untuk mengangkat orang lain, bukan menjatuhkan mereka.
Baca Juga: Moo Deng, Si Kuda Nil Viral, Ramalkan Pemenang Pemilu AS 2024
Dalam suasana ini, penggemar Harris di Pennsylvania bersorak atas kehadiran berbagai tokoh terkenal, dan Harris sendiri terlihat terlibat langsung dalam kampanye, berkunjung ke restoran Puerto Riko dan terlibat dalam aksi door-knocking di lingkungan sekitar Reading.
Ancaman Terhadap Proses Pemilihan
Kampanye Harris juga mempersiapkan diri untuk kemungkinan tantangan hukum yang mungkin diajukan oleh Trump setelah pemilihan.
Dalam panggilan dengan para wartawan, penasihat senior kampanye, Dana Remus, menegaskan bahwa mereka memiliki ratusan pengacara di seluruh negeri yang siap melindungi hasil pemilihan dari tantangan apa pun yang mungkin timbul.
Sementara itu, kekhawatiran akan peningkatan kekerasan politik pada hari pemilihan dan seterusnya semakin meningkat, dengan banyaknya informasi salah dan teori konspirasi yang diharapkan akan menyebar selama proses penghitungan suara.
Pejabat pemilihan di salah satu kabupaten Nevada bahkan melaporkan telah memasang “tombol panik” di tempat pemungutan suara untuk memanggil 911 secara otomatis dalam keadaan darurat.