Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - Amnesty International menuduh pemerintah Kamboja sengaja mengabaikan kejahatan perdagangan manusia yang dilakukan oleh sindikat kejahatan siber. Sindikat ini memperdagangkan orang dari berbagai negara, termasuk anak-anak, untuk dijadikan budak di pusat penipuan yang tersebar di seluruh negeri. Laporan Amnesty, lembaga berpusat di Inggris, mengungkap ada 53 pusat penipuan dan puluhan lokasi mencurigakan di ibu kota Kamboja, Phnom Penh.
Seorang pemuda Thailand berusia 18 tahun, kepada Reuters mengaku diperdagangkan ke Phnom Penh, Kamboja, pada 2023. Saat mencoba kabur, ia justru dijual ke lokasi lain dekat perbatasan Vietnam. Ia dipaksa menggunakan teknologi deepfake untuk menyamar sebagai pria menarik dan menipu wanita Thailand agar mengirimkan uang.
Setelah hampir setahun, ia nekat melompat dari jendela untuk kabur dan berhasil selamat setelah bersembunyi di rumahsakit. Ia adalah salah satu dari orang yang terperangkap dalam jaringan kejahatan siber di Kamboja.
Organisasi hak asasi manusia Amnesty International memaparkan telah mengidentifikasi 53 pusat penipuan dan puluhan lokasi yang mencurigakan di Kamboja. Tempat-tempat ini digambarkan seperti penjara, dikelilingi pagar tinggi dengan kawat berduri, dijaga pria bersenjata, dan dihuni korban perdagangan manusia.
Mereka dipaksa menipu orang-orang dari seluruh dunia. Para korban juga mengalami penyiksaan seperti disetrum, dikurung dalam ruangan gelap, hingga dipukuli. "Ditipu, dijual, dan diperbudak, para korban menggambarkan hidup mereka seperti mimpi buruk, dipaksa ikut dalam kejahatan yang tampaknya dibiarkan oleh pemerintah Kamboja," ujar Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnes Callamard dikutip Reuters.
Para korban berasal dari berbagai negara. Mereka dijanjikan pekerjaan yang layak lewat iklan di media sosial sebagai admin, penerjemah, atau customer service.
Dari 58 korban yang diwawancarai Amnesty, sembilan di antaranya adalah anak-anak. Salah satu kasus paling mengejutkan adalah seorang anak laki-laki asal China, baru berusia 16 tahun. Ia dianiaya dan dilarang keluar. Amnesty juga menemukan kasus kematian seorang anak di dalam kamp.
Selama pandemi, Amnesty menyebut Kamboja menjadi pusat industri penipuan global. Menurut PBB, sindikat kebanyakan dipimpin oleh warga negara China, yang mengubah kasino dan hotel kosong menjadi pusat penipuan, yang bisa menampung hingga 100.000 orang. Situasi serupa juga terjadi di Myanmar dan Laos.
Amnesty menyebut industri penipuan di Kamboja sekarang menghasilkan lebih dari US$ 12,5 miliar per tahun setengah dari PDB negara itu menurut data dari United States Institute for Peace.
Masalah ini juga menyebabkan ketegangan antara Thailand dan Kamboja. Perdana Menteri Thailand baru-baru ini menyerukan agar ada tindakan tegas terhadap sindikat ini, sementara pejabat Thailand lainnya menyebut Kamboja sebagai pusat kejahatan siber. Amnesty menyebut ada lebih dari 50 pusat penipuan yang telah teridentifikasi di Kamboja, namun sebagian besar belum pernah diperiksa atau ditindak tegas oleh aparat di Kamboja.