kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Konsumen AS ogah beli produk made in China, konsumen Tiongkok enggan beli made in USA


Rabu, 20 Mei 2020 / 13:20 WIB
Konsumen AS ogah beli produk made in China, konsumen Tiongkok enggan beli made in USA


Sumber: South China Morning Post | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Pandemi virus corona memicu ketidakpercayaan di antara konsumen China dan Amerika Serikat tentang produk masing-masing negara. Pasalnya, momentum pemisahan antara dua ekonomi terbesar dunia semakin meningkat.

Melansir South China Morning Post, sebuah survei baru-baru ini oleh platform data besar Deutsche Bank dbDIG menunjukkan, 41% warga Amerika tidak akan membeli produk "Made in China" lagi dan 35% warga China akan menghindari membeli produk "Made in USA".

Menurut Apjit Walia, seorang analis di Deutsche Bank, meskipun sebagian besar konsumen tidak siap untuk sepenuhnya menghindari barang satu sama lain, hasil survei menunjukkan peningkatan nasionalisme komersial dan ketidaksukaan yang meningkat antar kedua negara.

Baca Juga: Konflik dengan AS kian tajam, militer China minta tambahan anggaran

Ketidakpercayaan konsumen AS terhadap produk China didorong oleh pernyataan sejumlah pejabat Amerika, khususnya Presiden Donald Trump, yang menyalahkan China atas pandemi dan menimbulkan keraguan tentang kepercayaan terhadap Beijing.

Sejumlah analis menilai, dengan waktu pemilihan presiden AS yang kurang dari enam bulan lagi, Trump diperkirakan akan menjaga China dalam garis bidiknya untuk mengalihkan perhatian publik dari upaya penanganan virus oleh pemerintahannya dan kerusakan yang diakibatkan terhadap ekonomi.

"Amarah dan emosi memuncak di kedua populasi dan para politisi tahu betul hal ini, membuat masalah ini semakin rumit karena ini merupakan tahun pemilihan umum di AS," kata Walia.

Baca Juga: China sebut AS berusaha coreng dan fitnah Tiongkok, ini alasannya

Dalam sebuah survei konsumen AS yang terpisah, yang dilakukan oleh penasihat bisnis FTI Consulting yang berbasis di Washington, 78% responden mengatakan mereka akan bersedia membayar lebih untuk suatu produk jika perusahaan itu memindahkan produksi dari China.

Dari sejumlah warga Amerika yang disurvei, 55% mengatakan mereka berpikir China tidak bisa dipercaya untuk menindaklanjuti komitmennya dalam membeli barang-barang AS dalam fase satu kesepakatan perdagangan yang ditandatangani pada Januari.

Baca Juga: China: AS gunakan kami untuk menghindari tanggungjawabnya

Terbukanya China terhadap globalisasi dan perdagangan multilateral sejak diakui oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tahun 2001 telah berperan dalam mengangkat miliaran warganya keluar dari kemiskinan dan membantu negara itu menjadi ekonomi terbesar kedua di dunia.

Tenaga kerja murah yang melimpah dan infrastruktur kelas dunia mengangkat Tiongkok menjadi "pabrik dunia" dan konsumen AS mendapat manfaat dari pasokan barang-barang buatan China yang murah.

Baca Juga: Trump: WHO adalah boneka China

Tetapi meningkatnya biaya domestik dan perang dagang selama dua tahun dengan AS mulai mengikis posisi China dalam beberapa rantai nilai global bahkan sebelum pandemi mewabahnya virus corona. 



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×