kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.443.000   13.000   0,91%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Krisis Uni Eropa di mata analis Indonesia


Jumat, 28 September 2012 / 14:10 WIB
Krisis Uni Eropa di mata analis Indonesia
ILUSTRASI. Kopi La Cima dari Finca El Injerto ditanam di wilayah Huehuetenango, bagian barat Guatemala yang memiliki ketinggian 1,650 mdpl. Sumber Foto : fincaelinjerto.com


Reporter: Teddy Gumilar |

JAKARTA. Puluhan ribu orang telah turun ke jalan-jalan di Spanyol, Portugal, dan Yunani menentang rencana penghematan anggaran dan kenaikan pajak yang diusung pemerintahnya masing-masing. Aksi yang kemudian ini berakhir dengan bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan. Itu, tak cuma menimbulkan korban luka, tapi menggiring kekhawatiran pelaku di pasar keuangan.

Suka atau tidak pemerintah negara-negara bermasalah di Uni Eropa harus sabar menghadapi kemarahan warganya sebagai konsekuensi kebijakan pengetatan anggaran. Meski pahit, aksi perlawanan masyarakat tersebut mesti ditelan bulat-bulat tanpa perlu menambah eskalasi konflik dengan pendekatan represif. Lagi pula, perlawanan ini adalah hal yang wajar. Sebab pemangkasan anggaran berarti pemotongan gaji pegawai dan pensiunan, serta hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan warga untuk menjangkau akses layanan kesehatan.

Jika ditambah kenaikan pajak, dengan penghasilan yang terus disunat masyarakat menjadi kian sulit mencukupi kebutuhan hidupnya. "Penghematan anggaran Yunani dan Spanyol memiliki kelemahan, sebab harus ada anggaran yang dikorbankan. Dalam wacana pengorbanan, artinya harus warga negara yang mengalami kerugian," kata analis Monex Investindo Futures, Daru Wibisono.

Menurutnya, pemerintah setempat tentu paham betul, dalam jangka pendek kebijakan ini akan menggembosi belanja masyarakat. Ujung-ujungnya, aktivitas ekonomi akan berputar jauh lebih pelan. Spanyol misalnya sudah menyadari penghematan anggaran 2013 akan membuat pertumbuhan ekonominya melambat 0,5%. Harus diingat, pertumbuhan yang jalan di tempat atau malah minus bisa terjadi dalam beberapa tahun setelahnya. Sebab recovery memang tidak bisa pulih dalam waktu seketika.

Namun pemerintah negara-negara bermasalah itu memang tidak punya banyak pilihan. Pengetatan fiskal bukan cuma soal ketidakberdayaan menghadapi syarat pengucuran dana talangan oleh troika: ECB, Uni Eropa, dan IMF. Beban utang yang kelewat besar ditambah inefisiensi anggaran membuat pemerintah tidak memiliki cukup modal untuk menggenjot aktivitas ekonomi negaranya. "Dalam jangka pendek memang akan sulit. Tapi kalau tidak dilakukan pemulihan krisis akan lebih lama," kata ekonom BCA David Sumual.

Menurut David pengetatan fiskal harus dibarengi dengan upaya menarik kepercayaan masyarakat, juga pebisnis yang sudah saling tidak percaya satu sama lain. Untuk mengembalikan kepercayaan mereka, persoalan di sektor finansial harus dibereskan dulu. Langkah serupa juga pernah dilakukan Indonesia ketika membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk menampung bank-bank bermasalah. "Setelah itu baru mulai lagi dengan neraca yang bersih," ujar David.

Kenyataan buruk

Langkah berikutnya adalah meningkatkan daya saing dan produktivitas. Diakui atau tidak, masyarakat Yunani misalnya, sudah cukup lama dininabobokkan oleh sistem jaminan sosial yang dibangun di atas utang serta korupsi yang mengakar di birokrasi. Kini saatnya negara itu menghadapi kenyataan bahwa fondasi ekonomi mereka sangat rapuh.

Negeri para filsuf  ini juga punya pekerjaan rumah besar untuk meningkatkan daya saing ekonominya. Bisa dengan menggali potensi di luar sektor pariwisata atau sebaliknya, menggenjot habis-habisan dunia pelesir agar bisa menjadi sapi perah ekonomi yang punya daya saing. Soal ini, Spanyol jelas lebih beruntung lantaran memiliki potensi penggerak ekonomi lebih banyak ketimbang Yunani.

Tanpa pulihnya kepercayaan, produktivitas, dan daya saing, dana talangan hanya akan berfungsi sebatas napas buatan penyambung hidup sementara. Alih-alih keluar dari lingkaran setan, negara-negara bermasalah tersebut makin tertarik dalam kubangan utang meski disebut-sebut lebih lunak. Sementara pemangkasan anggaran hanya menghasilkan murka warga negara.




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×