Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Raksasa tambang BHP Group melaporkan kinerja laba tahunan terendah dalam lima tahun terakhir akibat tertekan harga bijih besi yang lebih lemah.
Perusahaan juga memutuskan menaikkan target utang bersih serta mengurangi belanja modal dan eksplorasi pada akhir dekade ini.
Baca Juga: Laba Merosot, Saham Indo Tambang (ITMG) Dinilai Masih Prospektif
Untuk tahun buku yang berakhir 30 Juni 2025, BHP mencatat laba yang dapat diatribusikan secara mendasar sebesar US$10,16 miliar, turun 26% dibandingkan tahun sebelumnya dan di bawah konsensus Visible Alpha sebesar US$10,22 miliar. Capaian ini menjadi yang terlemah sejak 2020.
Dividen final yang dibagikan sebesar US$0,60 per saham, lebih rendah dari US$0,74 per saham pada tahun lalu.
Secara total, dividen setahun penuh mencapai US$1,10 per saham, memang sedikit di atas konsensus US$1,01, tetapi tetap menjadi yang terendah sejak 2017.
Baca Juga: Pemerintah Mulai Cari Logam Tanah Jarang, Potensi Terbesar dari Wilayah Ini
Kinerja BHP ikut tertekan oleh tambahan pasokan bijih besi dari Australia, Brasil, dan Afrika Selatan, sementara permintaan baja di Tiongkok sebagai konsumen terbesar mengalami penurunan.
Rata-rata harga jual bijih besi BHP turun 19% sepanjang tahun, meski sebagian tertopang oleh penguatan harga tembaga yang menjadi penopang laba terbesar kedua perseroan.
CEO BHP Mike Henry menyebut, meski ketidakpastian global akibat perubahan kebijakan perdagangan, fiskal, moneter, hingga industri masih tinggi, permintaan komoditas tetap tangguh.
"Fundamental jangka panjang untuk material pembuat baja, tembaga, dan pupuk tetap kuat karena penting bagi pertumbuhan global, urbanisasi, dan transisi energi," kata Henry.
Sebagai bentuk keyakinan, BHP menaikkan target utang bersih menjadi di kisaran US$10 miliar–US$20 miliar, dari sebelumnya US$5 miliar–US$15 miliar.
Baca Juga: Puan Maharani Dukung Penuh Langkah Presiden Prabowo Tertibkan 1.063 Tambang Ilegal
Perusahaan berencana mengalokasikan belanja modal dan eksplorasi sebesar US$11 miliar dalam dua tahun ke depan, naik dari proyeksi US$9,79 miliar di tahun fiskal 2025.
Namun, mulai 2028–2030, belanja diperkirakan melambat ke rata-rata US$10 miliar per tahun.
Sebelumnya pada Juli lalu, BHP telah mengumumkan keterlambatan sekaligus potensi pembengkakan biaya hingga US$1,7 miliar pada proyek potash Jansen di Kanada.
BHP juga resmi keluar dari kepemilikan proyek nikel Kabanga di Tanzania senilai US$942 juta.
Terbaru, perusahaan setuju menjual aset tembaga di Brasil dengan nilai hingga US$465 juta.