kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,41   -3,14   -0.35%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lapisan es di Alaska mencair, bencana mega tsunami ancam dunia


Selasa, 20 Oktober 2020 / 08:17 WIB
Lapisan es di Alaska mencair, bencana mega tsunami ancam dunia
ILUSTRASI. Pemanasan global dan perubahan iklim berkontribusi terhadap mencairnya laposan-lapisan es di kutub Bumi, termasuk di Alaska. Sumber foto : imgur.com


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - Kondisi mengkhawatirkan terjadi di kutub Bumi. Pemanasan global dan perubahan iklim berkontribusi terhadap mencairnya laposan-lapisan es di kutub Bumi, termasuk di Alaska.

Sekelompok ilmuwan telah memperingatkan tentang prospek bencana yang akan datang di Prince William Sound lewat surat terbuka pada Mei lalu yang ditujukan kepada Alaska Department of Natural Resources (ADNR).

Dikutip dari Science Alert, Senin (19/10/2020), tsunami dahsyat di Alaska, menurut ilmuwan, dipicu oleh longsoran batu yang tidak stabil setelah pencairan gletser yang kemungkinan besar akan terjadi dalam dua dekade mendatang. Bahkan, mereka khawatir hal itu dapat saja terjadi dalam 12 bulan ke depan.

Meskipun potensi risiko tanah longsor semacam itu sangat serius, namun masih banyak yang tidak diketahui tentang bagaimana atau kapan bencana ini bisa terjadi. Namun, yang jelas, para ilmuwan menyebut pencairan gletser (glacier retreat) di Prince William Sound, di sepanjang pantai selatan Alaska, tampaknya berdampak pada lereng gunung di atas Barry Arm, sekitar 97 km di timur Anchorage.

Baca Juga: Warga Kepulauan Mentawai rasakan guncangan kuat gempa magnitudo 5,8

Berdasarkan analisis citra satelit menunjukkan saat Barry Clacier longsor dari Barry Arm karena terus mencair, bekas longsoran batu yang disebut scarp akan muncul di permukaan gunung di atasnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa tanah longsor telah terjadi di atas fjord secara bertahap dan bergerak lambat, tetapi jika permukaan batu tiba-tiba memberi jalan, maka konsekuensinya bisa mengerikan.

Meski lokasinya terpencil, namun kawasan ini cukup sering dikunjungi oleh kapal komersial untuk rekreasi, termasuk kapal pesiar.

Baca Juga: Tsunami: Pengertian dan penyebab terjadi tsunami

"Awalnya, sulit mempercayai angka-angka tersebut," kata ahli geofisika Chunli Dai dari Ohio State University mengatakan kepada NASA Earth Observatory.

Dia mengatakan berdasarkan ketinggian endapan di atas air, volume tanah yang tergelincir, serta sudut kemiringan, dia menghitung bahwa keruntuhan tersebut setidaknya akan melepaskan 16 kali lebih banyak puing. "Dan 11 kali lebih banyak energi daripada longsor yang terjadi di Teluk Lituya di Alaska pada tahun 1958 dan mega tsunami," kata Dai.

Apabila perhitungan tersebut tepat, maka akibatnya mungkin tidak terpikirkan. Sebab, seperti peristiwa yang terjadi di Alaska pada tahun 1958, pernah disamakan oleh saksi mata dengan ledakan bom atom.

Baca Juga: Apa yang harus dilakukan saat terjadi gempa bumi? Simak di sini informasinya

Peristiwa itu sering dianggap sebagai gelombang tsunami tertinggi di zaman modern, dengan ketinggian mencapai maksimum 524 meter. Penyebab kerusakan lereng di Alaska Kerusakan lereng yang jauh lebih baru tercatat pernah terjadi pada tahun 2015 di Taan Fiord, di sebelah timur yang menghasilkan tsunami setinggi 193 meter.

Peneliti menduga kerusakan ini disebabkan oleh berbagai hal. Pemicunya beragam, dalam laporan Mei itu disebut seringkali hujan lebat atau berkepanjangan menjadi faktor penyebab kerusakan tersebut. Penyebab lainnya seperti gempa bumi, serta cuaca panas yang dapat mendorong pencairan permafrost, salju atau es gletser.

Sejak laporan tersebut dirilis awal tahun ini, analisis longsor berikutnya menunjukkan sedikit atau bahkan tidak ada pergerakan massa tanah di lereng. Meskipun hal itu tidak memberi tahu banyak hal, sebab penelitian menunjukkan bahwa permukaan batuan telah bergeser setidaknya sejak 50 tahun yang lalu.

Baca Juga: ​Ada ramalan tsunami 20 meter di Jawa, apa yang harus dilakukan saat terjadi tsunami?

"Ketika iklim berubah, lanskap membutuhkan waktu untuk menyesuaikan," kata penulis surat terbuka dan ahli geologi Bretwood Higman dari organisasi nirlaba Ground Truth Alaska kepada The Guardian.

Higman mengatakan jika gletser menyusut dengan sangat cepat, lereng di sekitarnya dapat mengejutkan. Mereka mungkin gagal secara serempak alih-alih menyesuaikan secara bertahap. Pemantauan berkelanjutan oleh banyak organisasi, termasuk ADNR, Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional, dan Survei Geologi AS mulai mengawasi perkembangan di Prince William Sound.

Baca Juga: Catat! Panduan BMKG soal evakuasi darat peringatan dini tsunami di tengah pandemi

Pemantauan tersebut dilakukan untuk melacak pergerakan di atas Gletser Barry, dan untuk menyempurnakan prediksi tentang dampak dari mega tsunami yang akan terjadi. Pada pemodelan dalam laporan Mei yang belum ditinjau oleh sejawat menunjukkan potensi tsunami mencapai ketinggian ratusan kaki di sepanjang garis pantai dapat mengakibatkan kerusakan tiba-tiba.

Dampaknya akan menyebar ke seluruh Prince William Sound, teluk dan fjord yang jauh dari sumbernya. Kesimpulannya, dampak dari glacier retreat (kemunduran gletser) akan relatif cepat di era perubahan iklim yang dapat menimbulkan ancaman tanah longsor dan tsunami yang serupa di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Alaska.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Es Alaska Mencair, Ilmuwan Peringatkan Potensi Mega Tsunami"
Penulis : Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas
Editor : Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Selanjutnya: 5 Fakta letusan Gunung Krakatau tahun 1883, letusannya terasa hingga Australia




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×