Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Dia mengatakan berdasarkan ketinggian endapan di atas air, volume tanah yang tergelincir, serta sudut kemiringan, dia menghitung bahwa keruntuhan tersebut setidaknya akan melepaskan 16 kali lebih banyak puing. "Dan 11 kali lebih banyak energi daripada longsor yang terjadi di Teluk Lituya di Alaska pada tahun 1958 dan mega tsunami," kata Dai.
Apabila perhitungan tersebut tepat, maka akibatnya mungkin tidak terpikirkan. Sebab, seperti peristiwa yang terjadi di Alaska pada tahun 1958, pernah disamakan oleh saksi mata dengan ledakan bom atom.
Baca Juga: Apa yang harus dilakukan saat terjadi gempa bumi? Simak di sini informasinya
Peristiwa itu sering dianggap sebagai gelombang tsunami tertinggi di zaman modern, dengan ketinggian mencapai maksimum 524 meter. Penyebab kerusakan lereng di Alaska Kerusakan lereng yang jauh lebih baru tercatat pernah terjadi pada tahun 2015 di Taan Fiord, di sebelah timur yang menghasilkan tsunami setinggi 193 meter.
Peneliti menduga kerusakan ini disebabkan oleh berbagai hal. Pemicunya beragam, dalam laporan Mei itu disebut seringkali hujan lebat atau berkepanjangan menjadi faktor penyebab kerusakan tersebut. Penyebab lainnya seperti gempa bumi, serta cuaca panas yang dapat mendorong pencairan permafrost, salju atau es gletser.
Sejak laporan tersebut dirilis awal tahun ini, analisis longsor berikutnya menunjukkan sedikit atau bahkan tidak ada pergerakan massa tanah di lereng. Meskipun hal itu tidak memberi tahu banyak hal, sebab penelitian menunjukkan bahwa permukaan batuan telah bergeser setidaknya sejak 50 tahun yang lalu.
Baca Juga: Ada ramalan tsunami 20 meter di Jawa, apa yang harus dilakukan saat terjadi tsunami?
"Ketika iklim berubah, lanskap membutuhkan waktu untuk menyesuaikan," kata penulis surat terbuka dan ahli geologi Bretwood Higman dari organisasi nirlaba Ground Truth Alaska kepada The Guardian.