Sumber: Al Jazeera | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Situasi di Gaza semakin memburuk dalam 48 jam terakhir, dengan lebih dari 300 warga Palestina dilaporkan tewas akibat serangan militer Israel, menurut pernyataan Kantor Media Pemerintah Gaza.
Serangan-serangan ini disebut sebagai "26 pembantaian berdarah" yang menyasar warga sipil di tempat pengungsian, pasar, dan lokasi vital lainnya.
Serangan ke Tempat Pengungsian dan Sekolah
Sejak Kamis pagi (20 Juni), sedikitnya 30 orang tewas, termasuk 13 korban dalam serangan terhadap tenda pengungsian di al-Mawasi, Gaza selatan.
Sumber medis juga melaporkan bahwa serangan udara Israel menghantam sekolah Mostafa Hafez di sebelah barat Kota Gaza, menewaskan 11 orang dan melukai banyak lainnya. Sekolah tersebut diketahui menampung ratusan pengungsi yang kehilangan tempat tinggal akibat pertempuran.
Baca Juga: Direktur RS Indonesia di Gaza Terbunuh dalam Serangan Udara Militer Israel
Pemerintah Gaza mengutuk keras serangan yang menyasar warga sipil, menyebut bahwa lokasi-lokasi yang diserang termasuk tempat istirahat umum, pasar, rumah-rumah warga, dan pusat distribusi bantuan — semuanya penuh dengan penduduk yang sedang mencari makanan atau berlindung.
Kontraktor AS Diduga Tembaki Warga Sipil
Laporan mengejutkan datang dari Associated Press yang mengungkap bahwa kontraktor keamanan asal Amerika Serikat yang bertugas di titik distribusi bantuan di Gaza menggunakan peluru tajam dan granat kejut terhadap warga Palestina yang kelaparan dan berdesakan mencari makanan.
Dua kontraktor AS yang berbicara secara anonim menyatakan keprihatinannya terhadap tindakan yang mereka anggap berbahaya dan tidak manusiawi. Mereka menuding bahwa staf keamanan yang dipekerjakan sering kali tidak memiliki pelatihan memadai, tidak melalui proses penyaringan, dan bersenjata lengkap tanpa pengawasan ketat.
Tuntutan Penutupan Lembaga Bantuan Kontroversial
Lebih dari 130 organisasi kemanusiaan internasional, termasuk Oxfam, Save the Children, dan Amnesty International, pada Selasa lalu mendesak penutupan segera Gaza Humanitarian Foundation (GHF) — lembaga distribusi bantuan yang didukung Israel dan AS.
GHF dituduh terlibat dalam penyerangan terhadap warga Palestina yang mencoba mengakses bantuan pangan.
Baca Juga: Trump: Israel Menyetujui Persyaratan untuk Menuntaskan Gencatan Senjata di Gaza
Sejak GHF beroperasi pada akhir Mei, lebih dari 600 warga Palestina tewas saat mencari bantuan, dan hampir 4.000 lainnya mengalami luka-luka. Kelompok hak asasi manusia menyatakan bahwa pasukan Israel dan kelompok bersenjata lain secara rutin menembaki warga sipil yang antre untuk menerima makanan.
Upaya Gencatan Senjata: Harapan Baru atau Sekadar Wacana?
Dalam perkembangan diplomatik terbaru, Hamas menyatakan sedang mempertimbangkan proposal baru untuk gencatan senjata sementara di Gaza. Dalam pernyataan resmi, Hamas menyebut sedang berdiskusi dengan mediator untuk menjembatani perbedaan demi mengakhiri perang dan memastikan penarikan pasukan Israel dari wilayah Gaza.
Langkah ini muncul sehari setelah Presiden AS Donald Trump mengklaim bahwa Israel telah setuju dengan proposal gencatan senjata selama 60 hari dan mendesak Hamas untuk menerima kesepakatan sebelum kondisi semakin memburuk.
Menurut laporan Al Jazeera, ini merupakan kali pertama sejak awal perang bahwa Israel menunjukkan sinyal terbuka untuk mengakhiri agresi militer. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dilaporkan mengadakan pertemuan dengan tim keamanan nasionalnya dan kini disebut mulai menunjukkan fleksibilitas, didorong oleh tekanan diplomatik dari Trump.